Hallooo, sudah tanggal 19. BloggerKAH datang lagi nih... Kali ini kami menguji diri sendiri dengan mencoba membuat sebuah cerpen anak. Baru belajar, jadi kalau kurang bagus jangan dibully yaa... Bikin cernak itu ngga mudah lho! Hayo siapa kemarin yang bilang kalau bikin cernak itu guampiiil? Woh...cobaen sana!
Bikin cernak itu harus memperhatikan tata bahasa, kira-kira target pembacanya usia berapa. Jangan sampai, cernak untuk anak balita, bahasanya seperti untuk anak SD, misalnya. Ini sih, kata cikgu-cikgu saya yaa... Selain itu, harus ada pesan moral atau nasihat yang bisa diambil. Nah ini, saya terkadang menggunakan cerita fiksi untuk menyampaikan sesuatu pada Amay. Dan biasanya Amay akan lebih mengingatnya dibanding ketika saya "berceramah".
Oke, ngga usah panjang lebar lagi, teman-teman bisa baca cerita Mommy Han aka Rani R Tyas disini
Cerita Mommy K, aka Mbak Widut, disini
Dan blogger tamu kita, Mbak Irawati Hamid, disini
Please, enjoy our story :)
Di sebuah ladang, tampak ibu kelinci dan anaknya sedang memanen wortel. Obit, nama anak kelinci itu, terlihat sangat gembira.
Bikin cernak itu harus memperhatikan tata bahasa, kira-kira target pembacanya usia berapa. Jangan sampai, cernak untuk anak balita, bahasanya seperti untuk anak SD, misalnya. Ini sih, kata cikgu-cikgu saya yaa... Selain itu, harus ada pesan moral atau nasihat yang bisa diambil. Nah ini, saya terkadang menggunakan cerita fiksi untuk menyampaikan sesuatu pada Amay. Dan biasanya Amay akan lebih mengingatnya dibanding ketika saya "berceramah".
Oke, ngga usah panjang lebar lagi, teman-teman bisa baca cerita Mommy Han aka Rani R Tyas disini
Cerita Mommy K, aka Mbak Widut, disini
Dan blogger tamu kita, Mbak Irawati Hamid, disini
Please, enjoy our story :)
Di sebuah ladang, tampak ibu kelinci dan anaknya sedang memanen wortel. Obit, nama anak kelinci itu, terlihat sangat gembira.
“Ibu,
nanti aku mau makan yang ini, ini, dan juga yang ini!” Mata Obit berbinar, sementara
jarinya sibuk menunjuk wortel yang berukuran besar.
“Boleh.”
Kata ibu. “ Tapi, bantu ibu memasukkan wortel-wortel ini ke keranjang ya...”
“Siap!”
Ia kemudian melakukan seperti yang diperintahkan ibunya.
“Nah, sudah selesai.” Ujarnya girang, saat ia berhasil menyelesaikan tugasnya.
“Nah, sudah selesai.” Ujarnya girang, saat ia berhasil menyelesaikan tugasnya.
“Wah,
pintar! Terima kasih, sayang. Ibu akan mencuci wortel-wortel ini di sungai.”
kata ibu.
“Mmm...sekarang,
aku boleh main?” tanya Obit.
Ibu
mengijinkan, tetapi dengan satu syarat.
“Jangan lama-lama ya, sebentar lagi malam datang.”
“Baik,
Bu.” Obit pun melompat-lompat kesana kemari, sambil bernyanyi tralala trilili.
Tiba-tiba, ia mendengar seseorang ikut bernyanyi. Rupanya, itu adalah suara seekor burung pipit. “Hai, aku Ipit.” Sapa burung itu.
“Hai,
aku Obit.” Jawab Obit sambil tersenyum.
Setelah
perkenalan itu, Ipit dan Obit pun berbincang dengan riang. Sesekali mereka bernyanyi bersama. Mereka membicarakan
apa saja, termasuk makanan kesukaan mereka.
“Aku suka makan biji padi. Sayangnya, pak tani sering mengusirku saat aku sedang menikmati makananku. Kalau kamu, suka makan apa?” tanya Ipit.
“Aku
suka sekali makan wortel. Tadi aku baru saja memanen wortel di ladang. Sekarang
ibuku sedang mencuci wortel-wortel itu di sungai.”
Tiba-tiba Obit teringat sesuatu, “Ibu!”
Obit lupa pada pesan ibu. Ia kini kebingungan karena siang telah berganti malam. “Aduh, bagaimana ini? Aku harus pulang, tapi hari sudah gelap.” Obit pun menangis.
Tiba-tiba Obit teringat sesuatu, “Ibu!”
Obit lupa pada pesan ibu. Ia kini kebingungan karena siang telah berganti malam. “Aduh, bagaimana ini? Aku harus pulang, tapi hari sudah gelap.” Obit pun menangis.
Ipit merasa bersalah. Karena dia, kawan barunya ini jadi pulang terlambat. “Tenanglah, Obit. Aku coba cari bantuan dulu, ya...” Ipit lalu mencicit, memanggil kawan-kawannya.
Tak
lama kemudian, sekumpulan cahaya datang. Obit terkejut, tak mengira bahwa
kawan-kawan Ipit itu adalah sekelompok kunang-kunang. Terbukti bahwa Ipit
memang pandai bergaul. Ia punya banyak teman dari berbagai jenis binatang.
“Kawan-kawan,
Obit
ini kawan baruku. Ia ingin pulang, tapi hari sudah gelap. Ayo kita antarkan dia
pulang!” Katanya pada gerombolan kunang-kunang itu. Mereka pun menjawab,
“Dengan senang hati.”
“Baiklah,
ayo kita berangkat!” ajak Ipit. “Dengan lampu alami di perut kunang-kunang,
jalanan akan terlihat terang.” Kata Ipit pada Obit.
Akhirnya, Obit sampai di rumah. Ibu Obit terlihat cemas menunggu anaknya pulang. Namun, rasa cemas itu kini hilang.
“Kemana
saja kamu, Nak? Ibu khawatir.”
“Maafkan
Obit, Bu. Obit terlalu asik bermain sampai lupa pesan ibu.” Obit mengungkapkan
penyesalannya. Ia pun berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
“Oya,
Bu, ini semua kawan baru Obit. Karena mereka Obit bisa pulang.” Obit memperkenalkan
burung pipit dan kunang-kunang yang telah mengantarnya.
“Oh...
Terima kasih ya Nak, karena kalian telah membantu Obit.” Kata ibu Obit.
“Sama-sama,
Bu.” Ipit dan kunang-kunang menjawab serempak.
~-~