ulat pohon jeruk |
Beberapa orang tetangga terkejut saat melihat pohon jeruk yang Mama tanam di depan rumah kini tak berdaun. Bukan karena rontok, tapi karena habis dimakan makhluk mungil berwarna hijau yang seringkali sadar kamera jika difoto. Ya, memang, saat ini ada banyak sekali ulat hijau yang mendiami pohon jeruk itu.
"Kok mboten dibuangi, Bu?" tanya pengasuh Nay.
"Pun kersane (nggak apa-apa biarin aja)," jawab Mama sambil tersenyum.
Mungkin beliau heran, masa cuma dibiarin aja? Tapi memang sedari awal Mama menyadari keberaaan ulat-ulat itu, tak ada niat sedikitpun untuk memberantas mereka.
ulatnya malu-malu |
Bukan, bukan karena takut, bukan pula karena cuek. Tapi serius, Mama malah bersyukur. Syukur dalam artian seperti ini; karena Mama menanam pohon jeruk, maka mereka bisa makan dengan leluasa. Itung-itung berbagi rezeki dengan sesama makhluk-Nya, gitu.
Mama Kepiting sok bijak niye?
Haha... Bahkan Papa pun berkata seperti itu. Tapi kalau cuma sekadar sok-sokan, tentu niat untuk "membiarkan mereka makan" hanya bertahan beberapa hari saja, ya 'kan? Nyatanya, sampai hari ini, sampai daun-daun jeruk di pohon itu hampir tak bersisa, Mama tak sekalipun berniat menyingkirkan mereka.
Ih, itu kan hama?
Betul. Tapi tak apa. Toh, saat hari berganti dan musim ulat sudah pergi, dedaunan itu insya Allah akan tumbuh lagi. Jika daun-daun itu bisa berbicara, mungkin mereka pun akan bersyukur karena keberadaan mereka menjadi manfaat bagi si ulat. Karena daun jeruk ini tak bisa dijadikan bumbu masak. Hihi...
kepompong yang menempel di dinding |
Lebih dari itu, ada manfaat lain yang bisa kami petik. Dengan tidak menyingkirkan ulat-ulat itu, mereka menghadirkan pengetahuan baru untuk Mas Amay dan Dek Aga. Apa lagi kalau bukan soal metamorfosis?
Ya, dari halaman rumah yang seuprit itu, Mas Amay akhirnya bisa melihat secara langsung proses metamorfosis. Sebelumnya, dari buku yang pernah ia baca, Mas Amay memang sudah paham tentang metamorfosis atau perubahan makhluk hidup dari telur hingga menjadi dewasa yang sempurna, dengan mengalami perubahan bentuk morfologi, anatomi bahkan fisiologis. Tapi, melihat secara langsung bagaimana proses metamorfosis itu terjadi, adalah hal yang luar biasa bagi anak-anak.
Mama merasa puas saat melihat Mas Amay dan Dek Aga, ketika pagi-pagi membuka pintu, bersorak kegirangan melihat kepompong-kepompong di dinding. Mata mereka memancarkan sebuah kekaguman.
"Kok bisa ada di dinding ya, Ma?" tanya Amay penasaran.
Iya, karena ketika ulat sudah cukup besar alias sudah merasa kenyang makan, dan merasa sudah saatnya berubah menjadi kepompong, biasanya ia akan berjalan mencari tempat yang aman. Meski terkadang, tempat yang ia kira aman justru menawarkan hal sebaliknya. Dan tempat itu bisa di mana saja. Kebetulan, kebanyakan ulat memilih dinding rumah kita.
kupu-kupu yang gagal menetas |
Mas Amay (Dek Aga belum yaa, hihi..) akhirnya juga paham, bahwa terkadang, sesuatu tak berjalan sebagaimana mestinya. Terkadang kita menemui kegagalan, seperti foto di atas. Dan semua itu tentu atas kehendak Allah. Tugas kita adalah mengambil pelajaran. :)
Tak hanya itu, Mas Amay (Mama juga tentunya) pun belajar tentang kesabaran. Saat kupu-kupu berhasil keluar dari kungkungan kepompong, ia menjeda rasa bahagianya. Sabar, tak perlu buru-buru. Sabar, kuatkan dulu sayapmu.
Mungkin sebenarnya kupu-kupu itu sudah ingin terbang sembari memandang indahnya dunia, apalagi sebelumnya ia sudah terpenjara cukup lama dan harus berpuasa selama beberapa hari, ya 'kan? Tapi memberi jeda pada diri sendiri, seringkali menjadi keputusan terbaik.
Dan percayalah, kesabaran seringkali berbuah manis. Sabar dengan ulat yang menggelikan, yang bahkan menghabiskan dedaunan hingga tak lagi terlihat indah, membuahkan pengalaman berharga. Rasa puas menyaksikan bagaimana kupu-kupu memenuhi halaman rumah kita, tentu tak terkira besarnya.
Eh, omong-omong soal metamorfosis, Mama jadi teringat salah satu murid Mama. Luna namanya.
10 tahun lalu saat ia masih TK dan jadi anak didik Mama, ia memaksa Mama berani menghadapi ulat seperti ini. Waktu itu dia merengek, menangis sampai hampir 1 jam, karena tak juga berhasil menangkap seekor pun kupu-kupu.
10 tahun lalu saat ia masih TK dan jadi anak didik Mama, ia memaksa Mama berani menghadapi ulat seperti ini. Waktu itu dia merengek, menangis sampai hampir 1 jam, karena tak juga berhasil menangkap seekor pun kupu-kupu.
Saat kehabisan ide bagaimana menghentikan tangisannya, seekor ulat mencuri perhatian Mama. Dengan sok berani, Mama mengambil ulat itu, lalu Mama berikan pada Luna. Mama bilang, "Luna tahu nggak? Kupu-kupu itu sebenarnya berasal dari ulat. Ini Luna bawa pulang yaa, coba Luna tunggu beberapa hari lagi, beneran jadi kupu-kupu apa nggak."
Beruntung anak itu mau mendengarkan. Mungkin sebenarnya dia sudah lelah menangis juga, hihi..
Besoknya, dia protes, "Miss Arin bohong, ya? Kok ulatnya nggak jadi kupu-kupu?"
"Lho, kan Miss Arin bilang tunggu beberapa hari. Mungkin sekitar dua minggu."
"Yah, lama banget."
"Sabar dong..."
And two weeks later... Luna datang pagi-pagi banget, dan langsung menyerbu Mama. "Ms Arin, beneran keluar kupu-kupunya... Bagus banget iiih.." then she kissed me. So sweet banget memang ini anak. Dan karena dia jago menggambar, saat Journal Time dia menggambar proses metamorfosis ini, lalu dia ceritakan pada teman-temannya.
Misi Miss Arin selesai. Nggak perlu repot menjelaskan metamorfosis segala 'kan? Sudah ada yang bisa bantu jelaskan. Hihihi...
Nah, itu dia Luna, bersama Ms Budi, Principal di sekolah tempat Mama mengajar dulu. Cantik kan? Hihi...
Besoknya, dia protes, "Miss Arin bohong, ya? Kok ulatnya nggak jadi kupu-kupu?"
"Lho, kan Miss Arin bilang tunggu beberapa hari. Mungkin sekitar dua minggu."
"Yah, lama banget."
"Sabar dong..."
And two weeks later... Luna datang pagi-pagi banget, dan langsung menyerbu Mama. "Ms Arin, beneran keluar kupu-kupunya... Bagus banget iiih.." then she kissed me. So sweet banget memang ini anak. Dan karena dia jago menggambar, saat Journal Time dia menggambar proses metamorfosis ini, lalu dia ceritakan pada teman-temannya.
Misi Miss Arin selesai. Nggak perlu repot menjelaskan metamorfosis segala 'kan? Sudah ada yang bisa bantu jelaskan. Hihihi...
Nah, itu dia Luna, bersama Ms Budi, Principal di sekolah tempat Mama mengajar dulu. Cantik kan? Hihi...