Hari Sabtu lalu, parenting bulanan kelas-nya Adek Aga (Ibnu Katsir) menghadirkan seorang ustadzah yang juga merupakan praktisi pendidikan di SIT Nur Hidayah, Surakarta. Beliau adalah Ustadzah Fika Yudhi Hidayati, S.I.Kom. Dalam kesempatan tersebut, Ustadzah Fika mengangkat sebuah tema, yaitu "Kiat Menjadi Ibu yang Dirindukan." Tak hanya dirindukan oleh anak-anak, tetapi juga dirindukan oleh surga. Masya Allah.
"Menjadi Ibu yang Dirindukan", tentu adalah cita-cita semua ibu di dunia. Namun, layaknya sebuah cita-cita pada umumnya, tentu tak mudah dalam meraihnya. Mama pernah menulis sebuah status di facebook, jauh sebelum Mama memiliki Mas Amay dan Adek Aga. Dan entah, apakah Mama bisa mewujudkannya, sedangkan Mama adalah ibu yang galak. Hiks...
Mama bukan tidak pernah berusaha untuk menjadi lebih sabar, tapi memang sulit sekali menahan amarah itu.
Oya, kembali ke materi parenting, yaa.. Ustadzah Fika memberikan beberapa kiat, bagaimana agar anak-anak bisa tumbuh menjadi investasi kita di akhirat.
1. Didiklah anak kita, sebagaimana cara Rasulullah dalam mendidik. Hidupkan sunnah dari hal-hal terkecil. Tanamkan adab sejak kecil, misal; adab masuk kamar mandi, adab sebelum tidur, adab berbiacara dengan orang tua, dll.
2. Berikan teladan. Al ummu madrosatul uula, seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Untuk itu, berikan contoh yang baik pada mereka. Seperti bunyi sebuah peribahasa, "Monkey see, Monkey do. Children see, Children do," anak akan melakukan apa yang dilihatnya.
3. Perbaiki hubungan dengan Allah. Usahakan rutin melakukan qiyamul lail, perbanyak tilawah Qur'an, dan sholat tepat waktu. Kita dekati Allah, kita mintakan penjagaan terbaik dari-Nya untuk anak-anak kita.
Nah, untuk bisa menjalankan itu semua, seorang ibu harus memiliki jiwa yang positif. Untuk itu, ibu perlu asupan emosi positif, agar yang keluar darinya adalah jiwa yang positif pula. Asupan positif itu antara lain:
Me Time. Tidak masalah pergi ke salon sesekali, karena biasanya, setelah memanjakan diri, badan jadi lebih fresh. Tapi me time dengan Allah SWT juga tak kalah pentingnya, agar jiwa tidak kosong.
Couple Time. Biasanya, hal ini sulit dilakukan oleh pasangan yang memiliki anak yang masih kecil-kecil. Tapi couple time ini sebenarnya bisa dilakukan menjelang tidur, atau lebih populer dengan istilah pillow talk. Nah, ketika anak-anak sudah mulai sekolah, sebisa mungkin cari waktu agar bisa pergi berdua saja dengan pasangan.
Family Time. Refreshing bersama keluarga itu penting. Lakukanlah, agar bonding dalam keluarga semakin erat.
Social Time. Nah ini. Terlalu lama berkutat dengan pekerjaan rumah, bisa menimbulkan kejenuhan juga. Luangkanlah waktu untuk bertemu dengan teman-teman, sekaligus mencari udara segar. Mama pernah melakukannya. Bersama teman-teman berkumpul di Kedai Ibu by Mommilk Solo, sambil membawa Adek Aga yang masih batita.
Setelah keempat cara itu dilakukan, insya Allah kita akan memiliki jiwa yang positif, yang siap kita alirkan pada anak-anak di rumah. Bismillah ya, semoga kita bisa menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga, yang kelak ketika anak-anak dewasa, akan selalu dirindukan belaiannya, tutur katanya, dekapannya, tingkah lakunya, juga masakannya. Semangat memperbaiki diri ya, Ma, semoga Allah meridhoi setiap langkah kita. Aamiin YRA.. :)
Orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi, mungkin merasa kebingungan bagaimana cara memenuhi kebutuhan nutrisi putra-putrinya. Memang, ada susu kedelai atau dikenal juga dengan nama susu soya, tetapi tidak seperti susu sapi yang kaya kalsium, kandungan kalsium dalam susu soya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun ternyata, pendapat ini tak sepenuhnya benar, karena kini sudah ada susu formula soya.
Lho, apa bedanya susu soya dengan susu formula soya? Check this out, Mama!
Seperti yang kita tahu, susu soya memang menjadi alternatif pilihan bagi seseorang yang alergi terhadap susu sapi. Tidak salah, karena di dalam susu soya terkandung beragam manfaat untuk tubuh. Manfaat-manfaat itu antara lain:
1. Menjaga Kesehatan Jantung
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa susu soya mampu menurunkan tekanan darah lebih baik dibandingkan dengan susu sapi, pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 pun, konsumsi susu kedelai memiliki efek yang baik untuk tekanan darah. Ini menjadi bukti bahwa mengonsumsi susu soya sangat baik untuk meningkatkan kesehatan jantung.
Selain itu, kandungan protein yang terdapat dalam susu soya juga bermanfaat sebagai sumber nutrisi dan untuk pertumbuhan. Protein tersebut terbuat dari asam amino yang berguna untuk mencegah berbagai penyakit. Nah, asam amino dan isoflavon inilah yang berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
2. Menjaga kesehatan tulang
Kandungan kalsium dalam susu kedelai memang tidak sebanyak pada susu sapi, tapi bukan berarti susu kedelai tidak dapat membantu memelihara kesehatan tulang. Faktanya, kedelai juga memiliki kandungan kalsium, magnesium, kalium, dan fosfor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang.
Mengonsumsi susu kedelai secara rutin dapat menjaga kesehatan tulang dan menurunkan risiko pengeroposan tulang. Susu kedelai yang mengandung isoflavon juga dipercaya dapat memelihara sendi dan mengatasi gejala radang sendi.
3. Mencegah Obesitas
Kedelai adalah makanan dengan kadar glikemik indeks rendah, sehingga mengonsumsi susu kedelai tidak akan menimbulkan obesitas, asalkan susu kedelainya tidak diberi tambahan kadar gula yang tinggi.
4. Melancarkan Pencernaan
Susu kedelai mengandung banyak protein, lemak, dan karbohidrat yang baik untuk tubuh. Berbagai macam manfaat dari susu kedelai ini didapatkan dari isoflavone yang terkandung di dalamnya. Isoflavon dikenal baik dalam meningkatkan absorpsi usus sehingga pencernaan menjadi lebih lancar.
5. Meningkatkan Sistem Imun
Manfaat susu kedelai selanjutnya adalah untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Ini karena susu kedelai kaya akan antioksidan yang merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan imunitas tubuh. Jika imunitas terjaga maka tubuh akan terlindungi dari berbagai macam patogen yang dapat menginfeksi tubuh.
Melihat berbagai macam manfaat yang terkandung dalam susu kedelai, tak heran jika susu kedelai menjadi alternatif pertama sebagai pengganti susu sapi di pasaran, meski sebenarnya ada susu almond, susu oat dan yang lainnya. Namun begitu, karena susu soya murni tidak mengandung kalsium dan vitamin D, diciptakanlah susu formula soya yang sudah dilengkapi dengan kalsium, vitamin D, mineral, asam amino, juga asam lemak.
Jadi, sudah jelas ya, perbedaan antara susu soya dengan susu formula soya? Sekarang, Mama tak perlu khawatir jika ananda mengalami alergi susu sapi. Hanya saja, harus selalu diingat bahwa susu soya tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh anak di bawah usia 6 bulan. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut pencernaan anak belum berkembang sempurna, dan memang, kita dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif hingga 6 bulan.
Ya, kekeliruan dalam berkomunikasi masih sering sekali terjadi. Kekeliruan ini kadang terjadi begitu saja, tanpa disengaja, karena kita sudah terbiasa mengatakannya, entah karena pengaruh lingkungan atau pola asuh dalam keluarga. Dan karena sudah terbiasa, kita jadi kurang peka. Kata-kata yang mungkin baik tujuannya, bisa ditangkap sebaliknya oleh si penerima.
Maka tak heran jika Ibu Elly Risman mengatakan bahwa ada 12 gaya populer kekeliruan dalam komunikasi. Kekeliruan yang tanpa disadari, dan jika dibiarkan, anak menjadi kebiasaan yang turun-temurun.
12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi Menurut Ibu Elly Risman
12 Gaya Populer Kesalahan dalam Komunikasi menurut Ibu Elly Risman ini, antara lain; 1. Memerintah
Sebenarnya tujuan orang tua adalah untuk mengendalikan situasi dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Namun, pesan yang ditangkap oleh anak adalah bahwa mereka harus patuh dan tidak punya pilihan.
2. Menyalahkan
Orang tua ingin menunjukkan kesalahan si anak, sementara itu, anak meresa bahwa mereka tidak pernah benar atau baik.
3. Meremehkan
Tujuan otang tua untuk menunjukkan ketidakmampuan anak, dan mempertegas bahwa orang tua lebih tahu segalanya. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah bahwa dirinya tidak berharga atau tidak mampu.
4. Membandingkan
Orang tua sebenarnya ingin memberi motivasi dengan memberi contoh tentang orang lain, akan tetapi anak merasa bahwa ia tidak disayang, orang tua pilih kasih, dan merasa bahwa iya, dirinya memang selalu jelek.
5. Mencap
Maksud orang tua sih ingin memberitahu kekurangan anak agar anak berubah. Namun, yang ditangkap oleh anak adalah iya, itulah saya.
6. Mengancam
Orang tua mengancam agar anak mau menurut atau patuh, akan tetapi yang dirasakan oleh anak adalah cemas dan takut.
7. Menasehati
Maksud orang tua sih, agar anak tahu mana yang baik atau buruk. Namun, anak menganggap bahwa orang tuanya sok tahu, bawel, dan membosankan.
8. Membohongi
Mengapa orang tua suka sekali membohongi anaknya? Tujuannya adalah agar urusannya menjadi gampang. Namun, anak akan menilai bahwa orang dewasa itu tidak dapat percaya.
9. Menghibur
Tujuannya agar anak tidak sedih atau kecewa, sehingga anak jadi senang dan tidak larut dalam kesedihan. Namun, efeknya adalah anak akhirnya akan lupa dan melarikan diri dari masalah. Padahal, anak juga harus belajar merasakan kekecewaan.
Nggak salah nih?
Iya, Ma. Anak harus tahu bahwa hidup ini tidak selalu menyajikan apa yang kita inginkan. Jadi, merasa kecewa adalah sebuah hal yang wajar. Heinz Kohut, seorang Psikoanalis mengemukakan bahwa rasa kecewa atau frustasi justru diperlukan untuk anak agar bisa menjadi pribadi yang dewasa. Tugas orang tua adalah mendampingi anak menghadapi rasa kecewa itu.
10. Mengkritik
Ortu menginginkan agar anak bisa memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kemampuan diri. Namun, anak akan merasa bahwa dirinya selalu kurang dan salah.
11. Menyindir
Tujuannya untuk memotivasi, tapi dengan cara menyatakan yang sebaliknya. Efeknya, anak akan menganggap hal ini menyakiti hati.
12. Menganalisa
Orang tua ingin mencari penyebab kesalahan anak dan berupaya mencegah agar anak tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Namun, anak menganggap bahwa orang tua sok pintar.
Tuh kan... Mana di antara 12 kekeliruan itu, yang sering kita lakukan pada anak-anak? Susah ya menghindarinya? Memang, karena mulut ini sudah terbiasa. Namun, kita bisa mencoba untuk mengurangi kebiasaan buruk ini, Ma.. Caranya antara lain dengan mengingat hal-hal berikut ini:
Tidak tergesa ketika bicara. Atur kalimat, jangan emosi, sehingga lawan bicara (tidak hanya anak-anak kita, yaa) mengerti yang kita komunikasikan.
Kenali lawan bicara kita. Setiap individu berbeda. Perlakukan ia sebagai pribadi yang unik. Sadari dan pahami bahwa keinginan dan kebutuhan tiap individu itu berbeda.
Baca bahasa tubuhnya. Tandai pesan dari gelagat dan jangkau perasaan lawan bicara.
Buka komunikasi dengan menjaga perasaan lawan bicara. Saat berbicara dengan anak-anak, pikirkan bahwa mereka juga perlu berpikir, memilih dan mengambil keputusan.
Menjadi pendengar aktif. Bukan "pembicara" yang aktif ya, Ma... Ini akan membuka komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan lawan bicara.
Nah, kalau masih suka lupa, mungkin lebih mudahnya kita menahan diri untuk tak banyak bicara. :)
Adakah yang sudah melihat tayangan berjudul "Terapi Psikologis untuk Mimi Peri" di channel YouTube milik Pak Dedy Susanto? Kalau belum, coba tonton deh, Ma. Meski durasinya cukup panjang, tapi yang saya rasakan, tayangannya sama sekali tidak membosankan. Malahan, tayangan tersebut membuat saya tertegun. Ternyata lidah itu tak bertulang, tapi luka akibat sayatannya bisa lebih parah dari sabetan pedang.
Itulah yang terjadi pada Mimi Peri. Mimi Peri menjadi seperti sekarang ini, adalah akibat lingkungan yang membentuknya sejak kecil. Oya, Mama sudah tahu Mimi Peri kan? Mimi Peri bisa dibilang selebgram, karena jumlah follower instagramnya sudah mencapai angka 1,6 juta saat ini. Sukses sebagai selebgram, kini Mimi Peri pun mulai muncul di acara TV.
Nah, Mama sudah kenal kan? Sekarang saya tanya, ketika pertama kali melihat Mimi Peri, apa yang Mama pikirkan?
Kalau Mama Kepiting sih, awalnya membatin, "Duh, koq mirip almarhum Olga, ya? Agak feminin juga." Selanjutnya, fokus saya teralihkan dengan ide-ide di setiap postingannya.
Mimi Peri dan kostumnya
"Ini orang sebenarnya cerdas, banyak ide, kreatif, hanya minim anggaran saja dan (maaf) agak kebablasan." Itulah yang tebersit dalam benak saya. Selanjutnya, tanpa bermaksud untuk menghakimi, saya menduga bahwa ada yang terjadi di masa lalunya, yang menjadikan Mimi Peri seperti sekarang ini. Dan ternyata dugaan saya 2-3 tahun lalu itu terjawab saat saya menyaksikan tayangan itu.
Jadi, apakah gerangan yang terjadi pada Mimi Peri di masa lalu?
Salah satunya adalah karena verbal bullying. Benar kan, lidah itu tidak bertulang, tapi kalau salah digunakan, efeknya bisa mengubah hidup seseorang. Siapa yang setuju dengan postingan di bawah ini?
Saya jadi ingat sebuah amanah dari film India yang pernah saya tonton. Filmnya berjudul Taare Zameen Par, dengan Aamiir Khan sebagai pemeran sekaligus produsernya.
Film ini berkisah tentang sebuah keluarga, yang ayahnya sering sekali melabeli atau mengumpat anaknya. Singkat cerita, anak ini disekolahkan di sebuah sekolah khusus, dan harus tinggal di asrama. Bertemulah ia dengan Aamiir Khan, seorang guru yang sabar, kreatif, juga bijaksana.
Suatu kali ada sebuah masalah terjadi, hingga Aamiir Khan harus menemui orang tua anak ini. Di pertemuan itulah, Aamiir Khan berkata kurang lebih seperti ini;
Penduduk Pulau Solomon tak perlu repot menebangi hutan ketika ingin membuka lahan baru. Mereka cukup mengelilingi hutan itu sambil mengumpat dan mengutuk. Beberapa hari kemudian, pohon-pohon di sana akan layu, dan siap digantikan dengan tanaman-tanaman baru yang telah mereka siapkan. Mereka menganggap, dengan umpatan dan kutukan yang mereka teriakkan itu, roh-roh yang menghuni pohon akan takut.
1. Depresi
2. Rendahnya kepercayaan diri / minder
3. Pemalu dan penyendiri
4. Merosotnya prestasi akademik
5. Merasa terisolasi dalam pergaulan
6. Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
7. Berperilaku menyimpang
Ya, seperti yang terjadi pada Mimi Peri itu. Dan saya yakin, di luar sana, masih banyak Mimi Peri - Mimi Peri yang lain, hanya tidak terekspos saja.
Jadi, mari kita berusaha bersama-sama untuk memutus lingkaran bullying ini. Kita saling mengingatkan, yaa... Karena memang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, tentu tak mudah untuk ditinggalkan. Ya, semacam sudah mendarah daging, begitu. Hiks... Yang pasti sih, ingat dosa, Ma... Karena dengan mem-bully beberapa detik saja, kita berpotensi untuk membuat seseorang tersiksa seumur hidupnya. Na'udzubillah min dzalik. :(
Kalau Mama adalah pengguna instagram, coba ikuti instagram @thedadlab deh. Di situ ada banyak permainan yang bisa mengasah kreativitas anak. Jadi, anak-anak nggak hanya main-main saja, tapi juga sambil belajar.
Nah, salah satu yang Mama Kepiting contek dari @thedadlab adalah ini nih: Magnetic Butterfly Box. Ketika melihat Mas Amay dan Dek Aga bermain magnet di Minggu pagi kemarin, Mama jadi teringat salah satu postingan @thedadlab saat membuat kotak kupu-kupu. Akhirnya, kami mencoba membuatnya bersama-sama.
Sebelum dimulai, kita siapkan dulu bahan-bahannya, ya ... Apa saja itu?
1. Box atau kardus bekas. Mama Kepiting pakai box bekas puding Holland Bakery.
2. Kertas dan krayon / spidol, untuk membuat kupu-kupu dan pemandangan.
3. Benang.
4. Paper Clip.
5. Magnet.
Cara membuatnya mudah sekali, Ma. Mungkin ini adalah karya termudah dan tercepat, tapi awet dan bikin seneng juga. Nih ya, coba ikuti ;
1. Pertama, gambar kupu-kupu, lalu warnai.
2. Gunting gambar kupu-kupu tadi. Yang rapi, yaaa...
3. Siapkan kardus bekas. Potong seperti ini.
4. Siapkan gambar pemandangan juga, agar kupu-kupu semakin semangat terbangnya. :)
5. Tempelkan paper clip / penjepit kertas di bagian belakang kupu-kupu. Taruh paper clip-nya agak ke atas yaa, agar tarikan dengan magnetnya lebih kuat.
6. Siapkan benang dengan panjang melebihi tinggi box. Ikat satu ujungnya pada paper clip, dan tempelkan ujung lainnya di dasar box. Usahakan kupu-kupunya menyentuh langit-langit box yaa...
7. Masukkan gambar pemandangan tadi. Jadilah seperti ini.
8. Letakkan magnet di atas box, tegakkan kupu-kupunya, lalu geser-geser deh.
Nah, Magnetic Butterfly Box-nya sudah jadi. Sambil bermain dengan anak-anak, Mama bisa jelaskan apa itu magnet, bagaimana sifat-sifat magnet, dll. Selamat berkarya, yaaa... :)
Sudah menjadi rahasia umum jika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi di sekolah-sekolah negeri tahun ini cukup menguras emosi. Sebenarnya aturan ini mulai diberlakukan sejak tahun lalu, akan tetapi belum semua sekolah menerapkannya. Nah, tahun ini, seluruh sekolah negeri, tampaknya harus mengikuti aturan baru. Mau tidak mau.
Nah, seperti yang sudah jamak terjadi, setiap ada aturan baru biasanya ada kontroversi yang mengikuti. Dan terkait sistem zonasi tahun ini, terus terang, saya termasuk salah satu yang kurang menyetujuinya. Ya, mungkin sebenarnya kita (atau saya saja ya?) cuma perlu waktu untuk beradaptasi sih.
Sebagai informasi, saya adalah alumnus SMP Negeri 2 Purworejo. Beberapa hari lalu, ada berita yang cukup menarik dari sekolah ini.
Ya, demi sekolah idaman untuk putra-putrinya, para orang tua rela tidur di trotoar depan sekolah. Mereka mengejar 45 kuota zona utama yang disediakan khusus untuk warga yang bertempat tinggal di sekitar sekolah. Tentu saja, berita seperti ini langsung jadi topik diskusi yang seru di WAG alumni.
Baca beritanya aja udah kebayang ruwetnya nggak sih?
Memang, banyak yang mengkritik sistem PPDB seperti ini. Salah seorang teman yang putrinya masuk SMP tahun ini, mengeluhkan alur pendaftaran yang bikin mumet. Teman yang lain yang juga merupakan guru kelas 6 SD, mengeluhkan sulitnya memotivasi anak didiknya untuk belajar di Ujian Nasional kemarin. Menurutnya, anak-anak ini sudah paham bahwa mereka tidak akan bisa sekolah di sekolah favorit karena tempat tinggal mereka jauh dari sekolah idaman. Lalu untuk apa susah-susah belajar?
Kalau begini, sistem zonasibikinmales belajar, opini atau fakta? :)
Sebenarnya sih kalau dilihat, sistem zonasi ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk memberikan akses dan keadilan terhadap pendidikan bagi semua kalangan masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun, jika melihat keluhan-keluhan para orang tua dan guru terkait dengan sistem zonasi ini, tampaknya peraturan ini perlu dikaji lebih dalam lagi.
Pertama, ini kan masih permulaan atau perkenalan. Sebaiknya prosentase untuk warga sekitar jangan terlalu besar. Bertahap dulu lah, supaya nggak terlalu kaget. Pertimbangkan pula usaha anak-anak yang sudah berjuang untuk meraih nilai yang baik di Ujian Nasional.
Kedua, label sekolah favorit atau sekolah tidak favorit, mestinya perlahan-lahan mulai ditiadakan. Ini berarti, tidak perlu lagi ada ranking-rankingan.
Ketiga, sarana dan prasarana sekolah juga mesti disamaratakan. Jika fasilitas sudah merata, saya rasa anak-anak berotak cemerlang yang rumahnya jauh dari sekolah favorit, akan legowo jika ia harus sekolah di sekolah yang dekat dengan rumah.
Tapi, terlepas dari semua itu, sebagai anak desa yang dulu berkesempatan untuk merasakan sekolah di tengah kota, saya harus bilang, ada kebahagiaan tersendiri ketika kita bisa mengenal teman-teman dari daerah lain. Saat class meeting atau saat minggu bebas pasca ujian, kami bahkan punya agenda berkunjung ke rumah teman. Ini jadi pengalaman yang seru, lho!
Tanpa adanya sistem zonasi seperti sekarang ini, anak kampung seperti saya juga bisa merasakan bagaimana bahagianya ketika pulang sekolah bisa mampir ke swalayan untuk jalan-jalan, membeli barang-barang impian dengan uang saku yang telah lama dikumpulkan. Dengan adanya sistem zonasi, apakah sensasi seperti ini akan bisa dirasakan anak-anak kampung seperti saya lagi? :)
Hmm, semoga tahun depan ada kebijakan yang lebih bijak lagi deh, yaa.. Jika memang sistem zonasi akan tetap diberlakukan, semoga tidak ada drama lagi lah yaa, karena kita ini Indonesia, bukan Korea. Eeaaaa... Senyum dulu ah. 😁
Apa saja yang harus dipertimbangkan saat memilih sekolah untuk anak-anak? Ya, mencari sekolah yang tepat untuk anak-anak adalah hal yang gampang-gampang susah. Saat mencari TK untuk Mas Amay beberapa tahun lalu, saya bahkan berkeliling hingga 5 atau 6 sekolah. Saya mengajak Mas Amay ikut serta, dengan tujuan agar ia bisa memilih sendiri sekolah yang diinginkannya. Ada dua sekolah yang membuat ia jatuh cinta, sedangkan sekolah lainnya bahkan tidak masuk ke dalam kriteria sekolah menurut bayangannya.
Lalu bagaimana kami menimbang antara sekolah yang satu dengan yang lain, kemudian memutuskan untuk menyekolahkan Mas Amay di sana?
1. Kenali Kita dan Anak Kita
Mulailah dengan bertanya pada diri sendiri, sekolah seperti apa yang kita inginkan untuk anak-anak. Apakah sekolah yang mendukung penuh perkembangan bakat mereka, ataukah sekolah yang memfasilitasi anak-anak untuk bisa berbahasa asing, atau sekolah yang mencetak hafidz/hafidzah?
Setiap keluarga tentu punya visi dan misi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Untuk itu, yang mana yang menjadi tujuan di keluarga Mama, jadikan pertimbangan dalam mencari tempat belajar bagi anak-anak Mama.
Pertimbangan selanjutnya, kira-kira apa saja yang anak-anak kita butuhkan dalam pendidikan mereka?
Apakah anak kita menyukai kegiatan fisik yang menantang, ataukah ia lebih senang duduk mendengarkan? Apakah anak kita senang terlibat diskusi, atau senang dengan hal-hal yang berbau seni? Apakah anak kita senang membaca, berhitung atau malah lebih senang berkreasi? Apakah anak kita senang bekerja kelompok, atau malah lebih suka bekerja sendiri? Mari kita cermati minat dan bakat anak kita terlebih dahulu.
Selanjutnya, apakah sekolah yang kita minati mudah dijangkau? Jika letaknya cukup jauh, apakah anak kita mampu menghadapinya, dan adakah fasilitas antar jemput dari sekolah? Apakah anak kita ingin sekolah di tempat itu karena teman-temannya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat kita jadikan pertimbangan, Ma... Maka, kita harus mengetahui bagaimana anak-anak kita, dan apa mau mereka.
Saat mencari SD untuk Mas Amay, kami serahkan pada Mas Amay untuk memilih sekolah yang ia senangi. Kebetulan, ia memilih sekolah yang sama dengan sekolah yang dipilih sahabatnya. Sebagai orang tua, kami harus mendukung pilihannya. Apalagi sekolah ini masih cukup terjangkau biayanya, dan lokasinya pun tak terlalu jauh dari tempat tinggal kami.
2. Kumpulkan Informasi tentang Sekolah Tersebut
Hubungan antara murid dan guru adalah kunci.
teacher and students via www.gooverseas.com
Saya paling sedih kalau ada guru yang suka membentak anak didiknya. Ya, tegas itu penting, tapi tidak harus dilakukan dengan berteriak, kan? Ada cara yang lebih baik yang bisa dilakukan untuk membuat murid-murid mematuhi dan menghormati gurunya. Nah, usahakan mencari sekolah yang guru-gurunya bisa mengayomi anak-anak ya, Ma.
Kurikulum
Selain biaya dan lokasinya, tampaknya prestasi akademik pun menjadi pertimbangan para orang tua dalam mencari sekolah untuk anak-anaknya. Nah, hal lain yang perlu kita cari tahu adalah;
- Fasilitas apa saja yang ditawarkan sekolah tersebut?
- Apa saja kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan sekolah tersebut?
- Bagaimana kualitas lulusan sekolah tersebut?
- Berapa banyak murid yang pindah ke sekolah lain?
- Apakah ada achievement atau penghargaan yang didapat oleh sekolah tersebut?
- Apa yang dilakukan sekolah dalam membantu mengembangkan karakter siswanya?
- Bagaimana sekolah menghadapi siswa yang berperilaku buruk?
- Apakah guru adil dalam memperlakukan siswanya?
- Apakah sekolah memiliki program dan dukungan untuk mencegah dan mengatasi masalah perilaku?
- Langkah apa saja yang dilakukan sekolah untuk menjamin keamanan siswanya?
- Apa upaya sekolah untuk mencegah terjadinya kekerasan, penindasan, pelecehan, dan bentuk penganiayaan lainnya?
- Apakah sekolah menyediakan layanan konseling bagi siswa?
Terus terang, saat memilih sekolah untuk Amay, kami tidak terpikir untuk mencari tahu sedalam ini. Namun di tengah perjalanan, kami menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangatlah penting sebelum kita memutuskan untuk menyekolahkan anak-anak kita.
3. Datangi dan Lihat Sendiri Bagaimana Sekolah Tersebut
Hubungi sekolah yang Mama minati dan buatlah janji untuk berkunjung. Jika memungkinkan, kelilingi sekolah selama jam sekolah reguler dan kunjungi beberapa kelas. Hindari mengunjungi sekolah di minggu pertama atau terakhir suatu semester agar kita benar-benar tahu bagaimana sekolah beroperasi.
Jika memungkinkan, hadiri open house, pertemuan orang tua-guru, atau acara sekolah lainnya yang juga akan memberikan informasi berharga tentang sikap staf, siswa, dan para orang tua.
Cermatilah bagaimana sekolah berkomunikasi dengan siswa dan orang tua. Apakah siswanya tampak sopan, bahagia, dan disiplin?
Dengarkan dengan cermati apa yang dikatakan guru-guru tentang sekolah itu. Guru-guru inilah yang kelak akan menjadi orang dewasa yang paling dekat dengan anak kita, dan tentunya kita harus tahu apakah mereka berdedikasi dan bahagia dengan pekerjaan mereka.
Jika 3 langkah di atas sudah dilakukan, kini saatnya mendaftar ke sekolah tujuan. Jangan lupa untuk lebih teliti lagi melihat kapan dimulainya pendaftaran, dan kapan pendaftaran akan ditutup. Jangan seperti saya saat pertama kali mencari sekolah untuk Amay dulu. Hihi... Saat itu karena saya masih newbie, saya pikir pendaftaran baru akan dimulai di bulan Mei atau Juni. Ternyata, sekolah swasta sudah mulai mencari peserta didik baru sejak Januari. Masya Allah.
Baiklah, selamat berburu sekolahan. Semoga anak-anak kita mendapat lingkungan yang baik di sekolahnya, ya, Ma. :)
Kalau sampai itu terjadi, tentu alhamdulillah sekali. Sebagai orang tua, pastinya kita punya mimpi besar untuk anak-anak kita, kan? Kita ingin agar mereka menjadi anak yang pintar dan cerdas sehingga mereka dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Dari artikel yang saya baca, untuk memiliki anak-anak yang cerdas ternyata kita tak perlu mengeluarkan banyak uang, lho. Hayo, adakah yang sempat terpikir untuk memasukkan anak-anak ke bimbingan belajar yang mahal? Atau memenuhi waktu mereka dengan seabrek jadwal les di sana-sini?
No way, Ma! Kita, dengan tangan kita sendiri sesungguhnya dapat menghasilkan anak-anak yang cerdas. Asaaal, kita melakukan hal ini secara rutin. Jika kegiatan ini sudah menjadi “habitual action”, maka memiliki anak-anak yang cerdas tak lagi menjadi mimpi di siang bolong.
Apakah itu?
Jawabannya adalah mendongeng atau membacakan mereka buku.
Nah, Ma, jadikanlah kegiatan membaca ini sebagai rutinitas harian dengan anak-anak. Tak perlu terlalu lama, 10 – 15 menit sehari pun cukup. Bacakan buku untuk mereka, meski kelak mereka sudah bisa membacanya sendiri.
Mendongeng untuk Anak. Sumber Gambar: Pexels
Mengapa Harus dengan Membacakan Buku?
Mengapa harus membaca buku? Karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa membacakan buku pada anak-anak adalah kebiasaan kuat yang akan mengantar mereka menjadi anak-anak yang cerdas dan berkarakter positif.
Menjadi orang tua memang mengikat waktu kita. Kita tahu bahwa profesi ini menuntut waktu yang tak terbatas. Tak hanya selesai setelah mengandung anak-anak selama 9 bulan atau menyusui mereka sampai 2 tahun lamanya, tetapi semua itu berlanjut. Dengan cucian yang seakan tak ada habisnya, dengan “sibling rivalry” yang seringkali mengisi hari-hari, dengan PR si kakak yang cukup banyak, dengan menu masakan yang setiap hari menuntut variasi, dan lain-lainnya.
On and on and on.
Namun, jangan jadikan kesibukan tadi sebagai alasan untuk tidak melakukan rutinitas yang baik ini ya, Ma. Because, this is what happens when you read aloud to your child every day:
1. Membacakan buku dapat meningkatkan perbendaharaan kata pada anak-anak kita.
Orang tua yang telah membacakan buku pada anak-anaknya sejak usia pra sekolah, sesungguhnya telah membantu anak-anak mereka dalam memahami pelajaran yang akan disampaikan oleh guru mereka di kelas saat sekolah nanti.
Tentu akan berbeda, jumlah kata yang dikuasai anak-anak yang sering dibacakan buku dengan yang tidak.
2. When you read aloud to your child every day, you grow your child’s brain, literally.
Semakin banyak buku yang kita bacakan, semakin banyak neuron yang tumbuh dan terhubung di otaknya.
3. Dengan membacakan buku pada anak-anak, sesungguhnya kita sedang meningkatkan kemampuannya dalam mendengarkan dan berkonsentrasi.
Dua hal ini tentu sangat penting saat mereka sekolah nanti. Membacakan buku juga dapat mengurangi kecenderungan agresif pada anak.
4. Kegiatan mendongeng yang dilakukan secara rutin, dapat membangun ikatan yang kuat antara ibu dan anak.
Sulung saya, Mas Amay, bahkan masih ingat salah satu buku kesukaannya sewaktu balita dulu. Terkadang saat saya mengeluarkan kalimat, “Sudah sampai belum?” dia langsung teringat buku kesayangannya yang berjudul sama.
5. Membacakan buku dapat meningkatkan rasa empati pada anak.
Ya, karena setiap buku mengandung cerita kehidupan yang berbeda-beda, kan? Membacakan berbagai macam buku cerita akan mengajarkannya untuk menjadi teman yang berempati, pandai melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, dan juga menjadikannya seseorang yang penuh kasih, yang ringan tangan membantu orang lain yang membutuhkan.
Mengapa Kebiasaan Ini Sering Terlewatkan?
Sudah tahu manfaat membacakan buku bagi anak-anak, namun mengapa terkadang kita (saya khususnya), masih enggan meluangkan waktu untuk melakukannya? Nah, setidaknya ada 8 alasan mengapa kita belum terbiasa untuk mendongeng atau membacakan buku pada anak-anak. 8 alasan itu antara lain;
1. Maaf, Mama sibuk
Seperti yang sudah saya tulis di atas, terkadang cucian dan setrikaan yang menumpuk, menjadi beban yang harus segera diselesaikan. Pentingnya tumpukan pakaian itu bahkan mampu mengalahkan pentingnya menumbuhkan kedekatan dengan anak.
Ya gimana ya, mungkin sudah naluri kita bahwa segala yang berantakan harus segera dibereskan. Tapi adakah solusi untuk “menyembuhkan” perasaan sok sibuk ini?
Di NHW 6 dengan materi Ibu Manajer Keluarga Handal, mahasiswi IIP sudah diajarkan untuk “put first thing first”. Ya, jika peran kita di rumah adalah sebagai istri/ibu, maka kewajiban kita yang pertama adalah untuk hadir sepenuhnya di hadapan mereka. Bukan di hadapan cucian, hehehe...
Maka dari itu, semisal kita tidak sempat melakukannya, kita bisa mendelegasikan tugas kita ke laundry, misalnya.
Jadi sudah bisa memutuskan ya, lebih penting anak atau cucian, Ma? Hihi...
2. Anak saya sudah bisa baca sendiri kok.
Saya jadi ingin mengaku dosa. Setelah si sulung masuk SD, waktu saya dengannya menjadi semakin sedikit. Sepulang sekolah, urusan kami hanya sebatas mengulang hafalan dan mengerjakan PR. Membacakan buku menjadi sebuah kegiatan mewah, artinya, tidak setiap hari kami bisa melakukannya bersama. Padahal, semakin tinggi usia anak, ia membutuhkan bacaan yang semakin bervariasi.
“Tapi kan, dia bisa baca sendiri?”
Ya betul. Namun, keterampilan membaca dan mendengarkan mulai menyatu di sekitar kelas delapan. Sampai usia itu, anak-anak biasanya lebih banyak memahami sesuatu dari apa yang mereka dengarkan daripada yang mereka baca. Oleh karena itu, anak-anak dapat mendengar dan memahami cerita yang lebih rumit dan lebih menarik daripada apa yang dapat mereka baca sendiri.
Nah, mumpung Mas Amay masih kelas 2 SD, Mama Kepiting harus mulai merutinkan kembali kebiasaan yang hilang. Semoga Mama selalu ingat bahwa anak yang lebih besar pun masih suka dibacakan, meskipun ia tidak mengatakannya!
Membaca Buku, Sumber Gambar; Pexels
3. Saya paling males baca keras-keras
Ini penyebabnya mungkin antara dua; memang Mama tidak menyukai buku, atau karena Mama tidak suka membaca dengan keras.
Memang membaca dengan keras membutuhkan keterampilan. Apalagi jika yang dibaca adalah buku anak-anak yang ekspresif. Tapi ini kan dilakukan di rumah, Ma. Jadi nggak usah malu lah, hihi..
Lagi pula, membaca dengan keras bukanlah tentang kemampuan untuk tampil. Ini tentang hubungan atau bonding dengan anak-anak, karena kedekatan fisik dan ikatan emosional yang terlibat dalam kegiatan ini. Membaca dengan keras adalah sesuatu yang anak-anak sebut sebagai kegiatan favorit mereka untuk dilakukan dengan orang tua mereka.
Jadi, yuk mulai dari sekarang. Pilihlah buku yang paling menarik yang Mama ingin bacakan. Oya, sekalian promosi, saya juga jualan buku anak-anak lho! Xixixi...
4. Anakku nggak mau anteng
Ini saya alami sendiri. Anak pertama dan kedua saya memiliki karakter yang sangat berbeda. Si sulung lebih bisa tenang dan memiliki rentang konsentrasi yang cukup panjang, sementara si kecil tidak terlalu suka mendengarkan. Ternyata, ini berpengaruh pula pada kemampuan mereka dalam berkomunikasi.
Menyadari hal itu, saya tetap membacakan untuknya, meski kadang ia pergi meninggalkan mamanya. Hiks... Saya pun tetap mencarikan buku paling menarik, yang kira-kira akan disukainya. Dengan kebiasaan membaca keras setiap hari, ia pun belajar cara mendengarkan. Belakangan, ia meminta saya untuk membacakan buku kesayangannya.
Ingatlah bahwa ketika kita membaca dengan keras, sesungguhnya kita juga sedang meningkatkan kemampuan anak-anak untuk memperhatikan dan berkonsentrasi – keterampilan ini yang akan membantu anak-anak di sekolah dan dalam kehidupan di luar sekolah.
5. Saya lelah...
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang sekolah tak ada habisnya, terkadang menguras energi kita. Setuju kan, Ma? Efeknya, saat malam tiba kita sudah tak berdaya, dan ingin cepat-cepat tidur. Akhirnya, kegiatan membacakan buku sebelum tidur pun ditinggalkan. Lagi dan lagi.
Nah, bagaimana jika sekarang kita ubah jadwalnya? Coba lakukan kegiatan membaca ini lebih awal dari biasanya. Misalnya saat sarapan, atau saat bersantai di sore hari. Atau bisa juga saat jelang tidur siang.
6. Usia anak saya jauh berbeda
Ya, perbedaan usia anak yang cukup jauh juga bisa menjadi pemicu malasnya membaca. Mau baca untuk si sulung, adiknya ribut minta dibacakan juga, dan begitu pula sebaliknya. Hihi...
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Bedakan jadwal membaca untuk mereka. Karena anak kedua saya belum sekolah, jadi saya biasa membaca untuknya saat si Mas pergi sekolah. Untuk si sulung, biasanya kami membaca bersama setelah sholat maghrib dan mengaji.
7. Anakku sering menyela... Di setiap halaman. Dan itu bikin males.
Tidak ada orang yang suka diganggu, memang. Termasuk saat membaca, yang sebenarnya tujuan awal kegiatan ini adalah untuk mereka. Tapi ternyata jika kita mau bersabar dan memahami mereka, sesungguhnya apa yang mereka lakukan ini adalah bagian dari proses belajar. Terlebih jika kemudian terjadi diskusi tentang buku ini. Wow!
Jadi, jika pertanyaan anak adalah tentang cerita itu sendiri, silakan jawab langsung karena mungkin saja ia tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi dan itulah mengapa dia bertanya. Namun jika pertanyaannya tidak berhubungan dengan isi buku yang sedang dibacakan, katakan, “Ooh, pertanyaan yang bagus. Nanti kita bahas setelah selesai baca buku ini, yaa...”
8. Baca buku yang sama berkali-kali itu membosankan
Iya, benar. :D
Namun sayangnya kita memang harus terus melakukannya, karena saat anak-anak mendengar kosakata yang sama secara berulang-ulang, hal ini akan semakin menguatkan pemahamannya terhadap kata tersebut. Jadi, bersabarlah, Ma.
Jika Mama memang sudah telanjur bosan sementara anak kita maunya buku itu-itu saja, coba singkirkan buku itu dari pandangan mereka. Selanjutnya, cari buku pengganti yang lebih menarik lagi. Bila perlu, saat membeli buku baru, ajak anak untuk memilih buku yang disukainya.
Nah Ma, mari kita sama-sama berusaha untuk konsisten membacakan buku untuk anak-anak agar mereka bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berperilaku baik. Siapa tahu, mereka bisa tumbuh menjadi secerdas Maudy Ayunda, ya kan? Aamiin. 10-15 menit sehari saja, cukup bagi mereka. Kelak, mereka akan mengingat ini sebagai pengalaman terbaik di masa kecil. Selamat memilih buku dan membacakannya untuk anak-anak, Ma!
Waktu begitu cepat berlalu, dan pada akhirnya kami sampai di sini. Mahasiswi Institut Ibu Profesional batch 7, minggu ini menghadapi NHW terakhir, yaitu NHW #9. Meski selama 3 bulan ini Mama tak terlalu aktif di grup, dan seringkali mengerjakan tugas mingguan dengan terburu-buru sehingga hasilnya kurang maksimal, namun tetap saja Mama merasa sedih dan kehilangan.
Tapi seperti kata orang bijak, cara kita melihat apakah kita cocok dengan seseorang atau tidak, yaitu ketika kita merasa lupa waktu. Dan ya, minggu demi minggu, hari demi hari yang kami lewatkan dengan obrolan seru, membuat kami benar-benar lupa waktu. Sampai kemudian kami tersadar, yah, ini adalah tugas terakhir, sebelum kami dinyatakan lulus atau tidak.
Kedengarannya koq wow banget yaa.. Agen Perubahan, gitu lho! Tapi kembali lagi ke fitrah kita sebagai manusia. Manusia yang bermanfaat adalah manusia yang menjalankan kehidupan sesuai dengan fitrahnya.
Jadi, jika kita sudah menemukan passion (ketertarikan minat) ada di ranah mana, mulailah melihat isu sosial di sekitar kita, lalu belajarlah untuk membuat solusi terbaik di keluarga dan masyarakat.
Karena ketertarikan Mama ada di dunia tulis-menulis, Mama buat seperti ini;
Social Venture adalah suatu usaha yang didirikan oleh seorang social entrepreneur baik secara individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan. Sedangkan social entrepreneur adalah orang yang menyelesaikan isu sosial di sekitarnya menggunakan kemampuan entrepreneur.
Untuk membuat perubahan di masyarakat, kita bisa mengawalinya dari rasa empati. Dan untuk membuat usaha yang berkelanjutan, kita bisa mengawalinya dengan menemukan passion, dan menjadi orang yang merdeka menentukan nasib hidupnya sendiri. Jika kita bisa menyelesaikan permasalahan sosial di sekitar kita dengan kemampuan entrepreneur yang kita miliki, kita tak perlu lagi menunggu dana dari luar untuk melakukan perubahan, karena modal sesungguhnya cukup dengan tekad kuat dari dalam hati.
Nah, Mama punya mimpi, kesadaran literasi di sekitar kita meningkat. Jika kesadaran literasi meningkat, kita tak akan mudah dibohongi. Kita pun akan semakin pandai dalam mencari informasi, menganalisa, menemukan, sehingga informasi yang terdistribusi adalah informasi yang benar, bukan hoaks semata.
Untuk mengawali kampanye literasi digital ini, Mama dan teman-teman Mama di KEB Solo, akan mengadakan kelas blogging untuk pemula dalam waktu dekat. Semoga kelak semakin banyak blogger yang menghasilkan karya-karya inspiratif, yang bisa mendorong masyarakat untuk menggunakan internet secara lebih bijak.
Secara kebetulan, hari Sabtu kemarin Mama dan Mas Amay terlibat obrolan seru. Mas Amay yang tanggal 16 Maret kemarin berulang tahun ke delapan, Mama ajak bicara dari hati ke hati. Obrolan ini bermula saat kami membahas seorang temannya yang sudah berhari-hari mogok sekolah. Mengapa temannya itu tidak mau sekolah? Bagaimana hal itu membuat ibunya sangat sedih? Sampai kemudian kami membahas tentang cita-cita, bagaimana agar bisa mewujudkannya? Mengapa Allah mengaruniai kita otak untuk berpikir, tangan untuk bekerja, dan hati untuk merasa?
Dalam banget. Terlebih sehari sebelumnya, yaitu hari Jumat, Mas Amay menerima rapor mid semester. Jujur, Mama bersyukur dengan apa yang Mas Amay dapatkan. Tapi Mama lebih bahagia saat Bu Husna berkata bahwa Mas Amay senang menggambar, dan di kelas, Mas Amay sering menggambarkan sesuatu untuk teman-teman.
Mama bahagia, karena Mama melihat ada binar-binar di mata Mas Amay saat Mas Amay menggambar. Insya Allah ke depannya kita akan lebih mudah berjalan, karena titik cahaya itu sudah kelihatan.
Saat Mama bertanya tentang cita-cita, jawaban Mas Amay ada dua. "Mas Amay mau jadi arsitek kayak papa, terus mau menulis buku juga."
Mama hanya bisa berdoa dan memberi support. Semoga Mas Amay bisa istiqomah di jalan yang sudah Allah tunjukkan. Mas Amay harus bersyukur, karena setidaknya Mas Amay sudah punya mimpi di usia ini. Mama, harus mencari dan menemukannya di usia yang tak lagi muda.
Mas Amay harus bersyukur, Mama dan Papa selalu support kegiatan Mas Amay. Mama, dulu berada di kondisi yang sangat terbatas. Jangankan untuk mengasah potensi, untuk membeli buku bacaan saja, Akung dan Uti kesulitan.
Tapi alhamdulillah, kini semua sudah terlewati.
Sekarang, jika Mama ditanya;
A. Apakah ada ranah aktivitas yang sesuai dengan kuadran SUKA dan BISA, seperti yang tertulis di NHW #7?
Alhamdulillah, apa yang Mama lakukan pada hari ini, sudah sesuai dengan potensi yang Mama miliki. Ya, Mama akhirnya benar-benar kecemplung di dunia tulis-menulis, dunia yang Mama impikan, sejak tahun 2013.
Namun, meski sudah berjalan 6 tahun lamanya, Mama masih harus banyak belajar untuk menjadi seorang Blogger Profesional.
B. Tentang "Be, Do, Have"
1. Mental seperti apa yang harus dimiliki untuk menjadi seorang blogger profesional?
Menurut Mama, seorang Blogger Profesional itu;
- Rendah Hati. Seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk, seperti itulah Blogger Profesional. Seperti Mak Carolina Ratri yang rajin berbagi ilmu ngeblog di blognya, atau seperti almarhum CumiLebay yang sering berkunjung ke blog-blog, tanpa melihat apakah blogger ini terkenal atau tidak.
- Haus Ilmu. Teknologi semakin berkembang, dan tentu, ini berpengaruh juga terhadap dunia per-blogging-an. Jangan pernah merasa puas, atau kau akan terlindas. Belajar lagi, belajar lagi, belajar lagi, karena di luar sana jumlah blogger atau penulis akan semakin banyak.
- Punya Value. Yap! Kata orang, profesi blogger semakin wangi. Mulai banyak brand yang menggunakan jasa blogger untuk mengiklankan produknya. Namun, seorang Blogger Profesional tidak gebyah uyah. Blogger Profesional tidak hanya mengejar materi saja. Blogger Profesional adalah blogger yang mengutamakan profesionalisme dalam berkarya. Untuk itu, blogger profesional harus mampu memilah dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan hati nuraninya. Seperti pesan Ibu Septi Peni, "Rejeki itu pasti, Kemuliaan yang harus dicari."
2. Apa yang harus Mama lakukan untuk menjadi Blogger Profesional?
- Belajar tentang coding, SEO, juga tentang adsense
3. Apa yang akan Mama lakukan apabila Mama sudah memiliki apa yang Mama harapkan?
Seperti poin nomor 1 tadi, Mama harus tetap rendah hati, tidak pelit ilmu, sekaligus tetap belajar agar tidak tergilas perkembangan zaman. Satu lagi, Mama harus tetap punya value.
C. Tentang 3 aspek dimensi
1. Apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu kehidupan kita?
Mama ingin tetap berada di jalan-Nya, semakin baik dari waktu ke waktu, bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri, untuk keluarga, dan untuk lingkungan sekitar.
2. Apa yang ingin dicapai dalam waktu 5-10 tahun ke depan?
Ingin sekali dari hasil menulis, bisa ditabung untuk memberangkatkan Akung menunaikan rukun islam ke 5.
3. Apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu satu tahun?
Ingin sekali bisa memenangkan lomba blog, dan bisa memberangkatkan Akung umroh. Siapa tahu nanti ada lomba blog berhadiah umroh, ya kan? Jika menang, hadiahnya akan Mama berikan untuk Akung.
Mohon doanya semoga impian-impian Mama bisa tercapai ya... Aamiin YRA.
Ya, lebih dari itu, Mama ingin bisa mendampingi Mas Amay dan Dek Aga untuk mengejar cita-cita, memberi manfaat untuk banyak orang. Semoga Mama, Papa, Akung, Mas Amay dan Dek Aga, senantiasa diberi kesehatan dan keselamatan agar bisa beribadah dengan baik. Semoga kita selalu berada dalam penjagaan-Nya. Aamiin YRA.
"Before you can successfully make friends with others, first you have to become your own friend." Stephen Richards
Suatu hari Mama menemukan motivational quotes di atas, dan kalimat itu benar-benar membuat Mama merenung. Ya, sebelum bisa berteman dengan orang lain, pertama-tama kita harus bisa berteman dengan diri kita sendiri. Berteman dengan diri sendiri, artinya kita mampu mengenali diri sendiri, baik kelemahan maupun potensi yang dimiliki. Berteman dengan diri sendiri juga berarti mengetahui hal-hal yang kita sukai dan yang tak kita sukai.
Menjadi mahasiswi di Institut Ibu Profesional, Mama semakin akrab dengan pesan Bu Septi Peni, yaitu, "Meninggikan gunung dan bukan meratakan lembah." Ini lagi-lagi membuat Mama manggut-manggut. Oiya ya, kenapa kita harus repot-repot menjadi orang lain dengan 'meratakan lembah'? Kenapa kita tidak menonjolkan kemampuan kita saja? Jadi diri sendiri itu lebih membuat kita nyaman, ya kan?
Bersyukur di NHW #7 ini, kami para mahasiswi, diajak untuk menyelami diri sendiri. Jangan salah, menguliti diri sendiri ternyata tidak lebih mudah dari menilai pribadi orang lain, lho, hihi... Makanya ada peribahasa yang mengatakan, gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.
Buya Hamka bahkan berkata, "Mengenal diri sendiri jauh lebih sukar daripada ingin mengetahui kepribadian orang lain, sebab itu, kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenal pribadi orang lain."
Beruntung, IIP mendapatkan izin untuk menggunakan tools temuan Abah Rama Royani, seorang yang sering menjadi guru tamu di komunitas Ibu Profesional. Tools tersebut beralamat di www.temubakat.com.
Setelah mencoba tools tersebut, hasil yang Mama dapatkan adalah sebagai berikut;
ARINTA ADININGTYAS, anda adalah orang yang senang mengkomunikasikan sesuatu yang sederhana menjadi menarik, analitis, teliti & suka mengumpulkan informasi, senang mempelajari latar belakang, senang olah pikir, menyendiri, analitis dan senang berkomunikasi, senang mengkomunikasi ideanya, suka mengumpulkan berbagai informasi atau literatur.
Ternyata, potensi Mama Kepiting adalah sebagai communicator, evaluator, explorer, interpreter, dan journalist.
Apa iya sih? Memang, hasil tesnya bisa berubah-ubah, tergantung mood. Tapi, di sana kita diberikan beberapa pilihan, mana yang paling cocok sampai dengan yang paling tidak cocok dengan karakter kita.
Mama Kepiting tentu tidak cocok menjadi operator atau producer, karena memang Mama Kepiting kurang terampil dalam membuat atau mengoperasikan sesuatu. Misalnya, menjahit baju atau membuat menu makanan baru. Duh, Mama tidak mampu.
Selain itu, Mama akui, Mama bukan marketer yang baik. Iya, selama ini, Mama memang mencoba menjadi reseller dan marketer buku-buku anak. Tapi, tujuan dari berjualan buku itu bukan untuk menjadi kaya atau banyak uang. Mama ikut memasarkan buku hanya agar bisa memiliki buku untuk Mas Amay dan Dek Aga, tanpa harus kehilangan banyak uang, hehe.. Kan kalau jadi reseller atau marketer, diskonnya lebih banyak. Dengan mengumpulkan teman-teman Mama yang ingin membeli buku itu juga, setidaknya Mama bisa mendapatkan buku incaran Mama dengan harga lebih murah, syukur-syukur dapat gratis. Hehe...
Lalu, apakah benar potensi terbesar Mama adalah sebagai communicator, evaluator, explorer, interpreter, dan journalist?
Mama belum pernah menggali potensi sebagai evaluator, explorer, dan interpreter sih. Namun sebagai communicator, Mama memang sebenarnya suka tampil di depan umum. Hanya saja, permasalahan utama yang dulu Mama hadapi adalah soal ketidakpercayaan diri.
Sampai suatu hari, saat diadakan seminar parenting di TK Mas Amay, Mama diminta untuk menjadi moderator. Meski deg-degan pada awalnya, namun alhamdulillah, Mama bisa membuktikan pada diri sendiri bahwa Mama bisa melakukannya.
Lanjut soal potensi menjadi journalist. Ya, meski mungkin bukan sebagai jurnalis profesional, tapi setidaknya sudah terlihat bahwa Mama memiliki dua blog sebagai tempat menuangkan isi hati dan isi kepala. Anggap saja ini berkaitan dengan potensi sebagai journalist yaa, hehe...
Alhamdulillah, so far hasil tesnya tidak terlalu jauh dari karakter Mama selama ini.
Baiklah, setelah mencoba mengenali potensi diri melalui www.temubakat.com, kemudian mengkonfirmasi ulang apakah Mama benar-benar seperti hasil tes itu, Mama kemudian bisa memetakan hal apa saja yang Mama suka dan Mama bisa, Mama suka namun Mama tak bisa, Mama tak suka namun Mama bisa, dan yang Mama tak suka dan tak bisa.
Suka dan Bisa
- Menulis
- Berbicara di depan banyak orang/anak
- Memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu
Suka, namun Tidak Bisa
- Bermain Musik
- Menggambar / Mendesain
Tak Suka, namun Bisa
- Memasak
- Bersih-bersih rumah
Tak Suka dan Tak Bisa
- Menjahit
- Crafting
Sebagai penutup, Mama petik sebuah kalimat, yang mungkin nanti berguna untuk Mas Amay, Dek Aga, dan yang lainnya.
Before anything else, find yourself, be yourself and love yourself.