"Mama, tadi Mas Amay berantem pas habis sholat ashar (di sekolah)." Kata Si Sulung, Senin sore dua pekan lalu, sewaktu kami melaju di atas motor menuju rumah. Amay memang sekolah sampai sore. Ia dan kawan-kawannya pulang sekolah setelah sholat ashar berjamaah.
"Berantem sama siapa?" Tanya saya, seraya menajamkan pendengaran yang dibisingi deru kendaraan yang berkejar-kejaran dengan kami.
"Sama anak kelas 6.3." Jawabnya.
"Kok berantem? Memangnya ada masalah apa?" Selidik saya.
"Ceritanya, kelas 6.3 itu memang suka dorong-dorongan kalau pas habis sholat. Nah, waktu Mas Amay mimpin kelas 6.1 buat baris (kebetulan Amay di kelas 6.1, dan saat ini ia didapuk menjadi ketua kelas, dan biasanya selesai
sholat, anak-anak akan berbaris dari masjid sampai kembali ke kelas), Si X tiba-tiba dorong Mas Amay. Dia bukannya dorong teman sekelasnya sendiri, malah dorong Mas Amay. Ya udah, Mas Amay bales dorong, eh dia mukul Mas Amay. Mas Amay bales pukul lagi, gitu terus sampai ada yang melerai." Jelasnya.
"Oh... Trus kenapa Mas Amay ngga coba tanya dulu kenapa Si X dorong? Barangkali dia ngga sengaja kan?"
"Enggak, Ma... Si X itu sengaja. Dia memang toxic anaknya, jadi Mas Amay itu sulit husnudzon kalau udah dia yang berbuat." Jawab Amay tegas. "Mama marah nggak sama Mas Amay karena Mas Amay udah berantem?" tanyanya kemudian.
"Enggak. Mas Amay berhak membela diri kok." Kata saya.
Akhirnya, keesokan harinya, saya ceritakan ini ke Mama-Mama saat menjemput sekolah. Sejujurnya, saya sendiri tidak tahu Si X ini yang mana dan bagaimana karakter anaknya. Namun, ketika saya menyebut namanya, Mama-Mama di sekolah langsung maklum.
"Oh, emang dia itu bisa dibilang trouble maker kok, Ma... Adaaa aja keisengannya." Kata salah satu Mama. Bahkan katanya, saat outbond bersama di akhir semester lalu, dia juga sempat membuat masalah.
Dari sini saya jadi bisa semakin memahami, mengapa Amay terlihat sangat emosi kemarin. Ternyata, korban keisengan Si X memang banyak. Tapi, apakah yang dilakukan Si X kepada Amay termasuk kategori bullying? Simak tulisan ini sampai akhir, ya...
Mengapa Seorang Anak Bisa Jadi Pembully?
Tentang bullying, saya kebetulan baru menyelesaikan drama Korea yang berjudul The Glory. Drama ini berkisah tentang pembalasan dendam seorang korban perundungan.
Diperankan oleh aktris Song Hye Kyo, Moon Dong-eun, adalah seorang siswa sekolah menengah yang bermimpi menjadi seorang arsitek. Ia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya di sekolah. Moon Dong-eun telah berusaha mencari pertolongan, akan tetapi karena para perundungnya memiliki backingan yang kuat, usahanya pun berakhir sia-sia.
Dengan membawa bekas luka di sekujur tubuhnya, ia pun terpaksa putus sekolah dan mengorbankan mimpinya. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tetapi ia urungkan niatnya, dan malah berencana untuk membalas dendam pada mereka yang telah merundungnya.
Mengutip www.kemenpppa.go.id, bullying (perundungan / penindasan / perisakan) adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.
Jadi, suatu perbuatan bisa disebut sebagai bullying atau perundungan, saat ada unsur-unsur berikut:
- Memang bermaksud / sengaja melakukan
- Dilakukan berulang kali (ada pola perilaku)
- Ada perbedaan posisi kekuasaan (kaya - miskin, kuat - lemah, besar - kecil)
Kembali ke Si X dan Amay. Apakah perbuatan yang dilakukan Si X termasuk kategori bullying? Si X konon dengan sengaja mendorong Amay lebih dulu. Namun, Si X tidak melakukan berulang kali (tidak setiap hari, hanya hari itu saja), dan di sini tidak ada perbedaan posisi. Dia mungkin merasa lebih kuat mentalnya, tapi tanpa dia sangka, Amay ternyata berani melawannya.
Si X bisa disebut sebagai pembully jika setiap harinya, ia selalu punya sasaran yang sama. Semoga sih tidak, ya... Dan saya berdoa, semoga Si X bisa berhenti "mengisengi" teman-temannya.
Faktor Penyebab Bullying:
Jika diulik lebih dalam, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying.
1. Faktor Keluarga
Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Di drama The Glory, pelaku utama bullying ini memiliki keluarga yang bermasalah.
Park Yeon-jin : Gadis cantik dari keluarga yang kaya raya, tetapi keluarganya berantakan. Orang tuanya bercerai, sang ibu dekat dengan seorang petinggi kepolisian dan sering pergi ke dukun peramal.
Jeon Jae-jun : Pengusaha dan pewaris bisnis keluarga yang kaya raya. Di episode 1, sempat terungkap bahwa saat sekolah dulu, orang tuanya sering mengabaikannya. Ia berkata, "Aku yatim selama seminggu. Orang tuaku ke luar negeri untuk bermain golf."
Nah, kalau dikaitkan dengan tulisan Mama Kepiting dua minggu lalu, di sini bisa disimpulkan bahwa ilmu parenting juga bisa tidak berhasil pada orang kaya, yaa... 😁
Baca: Seberapa Pentingkah Ilmu Parenting untuk Para Orang Tua?
Omong-omong tentang Faktor Keluarga, di tanggal 14 Januari kemarin, sekolah mengadakan ESQ untuk siswa-siswi kelas 6. Orang tua / wali murid kelas 6 juga diminta hadir, karena kegiatan tersebut tak hanya penting untuk para siswa yang sebentar lagi akan menempuh ujian, tetapi juga untuk orang tua yang akan mendampingi anak-anaknya melalui sebuah proses belajar yang mungkin sedikit lebih "rumit" dari ujian biasa.
Di puncak acara, anak-anak diminta untuk tiduran. Di situlah, anak-anak "dicuci otaknya", hingga kemudian satu per satu mulai menangis. Semakin lama, suara tangisan semakin keras terdengar. Kami, para orang tua pun, tak kuasa membendung air mata.
Kemudian, orang tua diminta untuk menghampiri anaknya masing-masing, memeluk, menguatkan, memaafkan, agar ke depannya langkah-langkah mereka lebih ringan. Ya, sejak acara ini, kami seperti membuka lembaran baru. Meski dipenuhi air mata, tetapi acara ini seperti men-charge jiwa.
Namun, Mama Kepiting sempat sedih. Di barisan anak laki-laki, ada bapak-bapak yang berkata, "Ngono wae nangis, cengeng! (Gitu aja nangis, cengeng!)"
Saya tidak mengenal bapak itu, tetapi yang jelas bukan dari kelasnya Amay. Sedih ya, kok bisa sebagai orang tua bukan merangkul, tapi malah suka mengecilkan perasaan anak, menganggap bahwa tangisan adalah kelemahan, dan jarang mengekspresikan rasa sayang. Kira-kira, cara seperti itu akan menghasilkan anak yang seperti apa? Anak yang empatinya tidak tumbuh dengan baik? Senang mengusik ketenangan orang lain? Na'udzubillah min dzalik.
Baca : Kesalahan Parenting yang Dapat Menghancurkan Mental Anak
2. Faktor Sekolah
Sekolah juga bisa menjadi penyebab seseorang tumbuh menjadi pelaku pembully, apabila sekolah tersebut kurang ketat melakukan pengawasan terhadap anak didiknya, lemah terhadap peraturan dan sanksi, atau pejabat sekolah tidak peduli terhadap bullying yang terjadi di sekolah.
Seperti di drama The Glory. Bahkan ketika Moon Dong-eun melaporkan tindakan teman-temannya pada polisi, wali kelasnya malah berbalik memarahinya dan memukulinya. Kata wali kelas, "Dipukul teman adalah hal yang biasa."
Hanya satu orang yang peduli pada Moon Dong-eun, yaitu perawat sekolah. Namun, perawat sekolah itupun tidak bisa berbuat apa-apa. 😔
3. Faktor Kelompok Sebaya
Pengaruh pergaulan memang luar biasa, Ma... Di drama The Glory, pelaku bullying ini berjumlah 5 orang, dan 2 orang di antaranya bisa dibilang hanya 'kaki tangan', karena bukan berasal dari keluarga kaya raya.
Makanya, kita memang harus mengajarkan pada anak-anak untuk pandai-pandai memilih teman.
4. Kondisi Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk karakter seseorang, termasuk menjadikannya sebagai pelaku bullying. Ini kalau di-breakdown akan sangat panjang, Ma, karena juga berhubungan dengan kondisi ekonomi, suasana politik, konflik dalam masyarakat, dll. Maka dari itu, tidak berlebihan jika ada ungkapan yang mengatakan "it takes a village to raise a child" karena memang dibutuhkan kekompakan seluruh anggota masyarakat untuk menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak, agar mereka dapat berkembang serta mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya.
5. Tayangan Televisi / Media Sosial
Apakah Mama pernah mendengar atau membaca berita seorang anak membanting tubuh temannya karena meniru salah satu tayangan di televisi? Nah, seperti itulah kira-kira hebatnya tayangan televisi dalam mempengaruhi karakter anak-anak kita.
Tantangan kita semakin berat, Ma, karena sekarang semuanya ada dalam genggaman (handphone). Selain harus banyak-banyak berdoa, kita juga mesti membekali anak-anak dengan pengetahuan agama dan teladan yang baik, agar mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying?
1. Sering-sering mengobrol dengan anak. Saat mengobrol ini, kita bisa memasukkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan, baik itu norma agama maupun norma sosial.
2. Bantu anak untuk bisa menjadi panutan yang positif. Berikan apresiasi saat ia melakukan kebaikan. Dukung hobinya, dukung bakatnya, temukan kelebihannya, dan biarkan ia berdamai dengan kekurangannya.
3. Bantu bangun kepercayaan diri anak. Beri apresiasi atas pencapaiannya, temani dan berikan semangat saat anak menemui kegagalan.
4. Jadilah teladan untuk anak kita. Anak-anak adalah peniru ulung. Apa yang dilihatnya sehari-hari, itu juga yang akan mempengaruhi perilakunya sehari-sehari.
5. Jadilah bagian dari pengalaman online anak kita. Kita bisa menjadi teman main game anak-anak, teman nonton anak-anak, atau teman di media sosial yang dimiliki anak-anak.
Nah, Ma, dengan melakukan tips-tips di atas, semoga kita bisa mendidik anak-anak kita agar tumbuh menjadi anak yang baik dan berkarakter mulia. Dan semoga, kita dan anak-anak kita tidak dipertemukan dengan orang-orang yang suka membully seperti di drama The Glory. Aamiin...
Ditulis dengan Cinta, Mama