Menu Buka Puasa dan Takjil Favorit Anak-Anak
Sunday, March 19, 2023
Jenis Olahraga yang Bisa Menguatkan Bonding antara Orang Tua dan Anak
Sunday, March 12, 2023
1. Berenang
Suasana saat les berenang bersama coach dari Ammar Swim |
2. Bersepeda
3. Hiking
4. Senam
5. Yoga
yoga with kiddos |
Serba-Serbi Mencari Sekolah untuk Si Sulung
Saturday, March 4, 2023
Materi Basa Jawa Kelas 2 SD: Pandhawa
Sunday, February 26, 2023
Watake Pandhawa:
1. Puntadewa
2. Werkudara
3. Arjuna
4. Nakula
5. Sadewa
Punakawan
1. Semar
2. Gareng
3. Petruk
4. Bagong
Untungnya Aku Tidak Memilih Childfree
Thursday, February 16, 2023
Kenangan Semasa Belajar Daring
Sunday, February 12, 2023
setoran tugas harian Adek Aga |
dokumentasi saat anak-anak melakukan ibadah di rumah |
foto saat berolahraga |
foto saat membantu orang tua |
Berbagai Kesibukan Menjelang Ujian Praktik Kelas 6
Sunday, February 5, 2023
Agar Anak Tak Jadi Pembully Seperti di Drama The Glory
Monday, January 23, 2023
"Mama, tadi Mas Amay berantem pas habis sholat ashar (di sekolah)." Kata Si Sulung, Senin sore dua pekan lalu, sewaktu kami melaju di atas motor menuju rumah. Amay memang sekolah sampai sore. Ia dan kawan-kawannya pulang sekolah setelah sholat ashar berjamaah.
"Berantem sama siapa?" Tanya saya, seraya menajamkan pendengaran yang dibisingi deru kendaraan yang berkejar-kejaran dengan kami.
"Sama anak kelas 6.3." Jawabnya.
"Kok berantem? Memangnya ada masalah apa?" Selidik saya.
"Ceritanya, kelas 6.3 itu memang suka dorong-dorongan kalau pas habis sholat. Nah, waktu Mas Amay mimpin kelas 6.1 buat baris (kebetulan Amay di kelas 6.1, dan saat ini ia didapuk menjadi ketua kelas, dan biasanya selesai
sholat, anak-anak akan berbaris dari masjid sampai kembali ke kelas), Si X tiba-tiba dorong Mas Amay. Dia bukannya dorong teman sekelasnya sendiri, malah dorong Mas Amay. Ya udah, Mas Amay bales dorong, eh dia mukul Mas Amay. Mas Amay bales pukul lagi, gitu terus sampai ada yang melerai." Jelasnya.
"Oh... Trus kenapa Mas Amay ngga coba tanya dulu kenapa Si X dorong? Barangkali dia ngga sengaja kan?"
"Enggak, Ma... Si X itu sengaja. Dia memang toxic anaknya, jadi Mas Amay itu sulit husnudzon kalau udah dia yang berbuat." Jawab Amay tegas. "Mama marah nggak sama Mas Amay karena Mas Amay udah berantem?" tanyanya kemudian.
"Enggak. Mas Amay berhak membela diri kok." Kata saya.
Akhirnya, keesokan harinya, saya ceritakan ini ke Mama-Mama saat menjemput sekolah. Sejujurnya, saya sendiri tidak tahu Si X ini yang mana dan bagaimana karakter anaknya. Namun, ketika saya menyebut namanya, Mama-Mama di sekolah langsung maklum.
"Oh, emang dia itu bisa dibilang trouble maker kok, Ma... Adaaa aja keisengannya." Kata salah satu Mama. Bahkan katanya, saat outbond bersama di akhir semester lalu, dia juga sempat membuat masalah.
Dari sini saya jadi bisa semakin memahami, mengapa Amay terlihat sangat emosi kemarin. Ternyata, korban keisengan Si X memang banyak. Tapi, apakah yang dilakukan Si X kepada Amay termasuk kategori bullying? Simak tulisan ini sampai akhir, ya...
Mengapa Seorang Anak Bisa Jadi Pembully?
Tentang bullying, saya kebetulan baru menyelesaikan drama Korea yang berjudul The Glory. Drama ini berkisah tentang pembalasan dendam seorang korban perundungan.
Diperankan oleh aktris Song Hye Kyo, Moon Dong-eun, adalah seorang siswa sekolah menengah yang bermimpi menjadi seorang arsitek. Ia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya di sekolah. Moon Dong-eun telah berusaha mencari pertolongan, akan tetapi karena para perundungnya memiliki backingan yang kuat, usahanya pun berakhir sia-sia.
Dengan membawa bekas luka di sekujur tubuhnya, ia pun terpaksa putus sekolah dan mengorbankan mimpinya. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tetapi ia urungkan niatnya, dan malah berencana untuk membalas dendam pada mereka yang telah merundungnya.
Mengutip www.kemenpppa.go.id, bullying (perundungan / penindasan / perisakan) adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.
Jadi, suatu perbuatan bisa disebut sebagai bullying atau perundungan, saat ada unsur-unsur berikut:
- Memang bermaksud / sengaja melakukan
- Dilakukan berulang kali (ada pola perilaku)
- Ada perbedaan posisi kekuasaan (kaya - miskin, kuat - lemah, besar - kecil)
Kembali ke Si X dan Amay. Apakah perbuatan yang dilakukan Si X termasuk kategori bullying? Si X konon dengan sengaja mendorong Amay lebih dulu. Namun, Si X tidak melakukan berulang kali (tidak setiap hari, hanya hari itu saja), dan di sini tidak ada perbedaan posisi. Dia mungkin merasa lebih kuat mentalnya, tapi tanpa dia sangka, Amay ternyata berani melawannya.
Si X bisa disebut sebagai pembully jika setiap harinya, ia selalu punya sasaran yang sama. Semoga sih tidak, ya... Dan saya berdoa, semoga Si X bisa berhenti "mengisengi" teman-temannya.
Faktor Penyebab Bullying:
Jika diulik lebih dalam, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying.
1. Faktor Keluarga
Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Di drama The Glory, pelaku utama bullying ini memiliki keluarga yang bermasalah.
Park Yeon-jin : Gadis cantik dari keluarga yang kaya raya, tetapi keluarganya berantakan. Orang tuanya bercerai, sang ibu dekat dengan seorang petinggi kepolisian dan sering pergi ke dukun peramal.
Jeon Jae-jun : Pengusaha dan pewaris bisnis keluarga yang kaya raya. Di episode 1, sempat terungkap bahwa saat sekolah dulu, orang tuanya sering mengabaikannya. Ia berkata, "Aku yatim selama seminggu. Orang tuaku ke luar negeri untuk bermain golf."
Nah, kalau dikaitkan dengan tulisan Mama Kepiting dua minggu lalu, di sini bisa disimpulkan bahwa ilmu parenting juga bisa tidak berhasil pada orang kaya, yaa... 😁
Baca: Seberapa Pentingkah Ilmu Parenting untuk Para Orang Tua?
Omong-omong tentang Faktor Keluarga, di tanggal 14 Januari kemarin, sekolah mengadakan ESQ untuk siswa-siswi kelas 6. Orang tua / wali murid kelas 6 juga diminta hadir, karena kegiatan tersebut tak hanya penting untuk para siswa yang sebentar lagi akan menempuh ujian, tetapi juga untuk orang tua yang akan mendampingi anak-anaknya melalui sebuah proses belajar yang mungkin sedikit lebih "rumit" dari ujian biasa.
Di puncak acara, anak-anak diminta untuk tiduran. Di situlah, anak-anak "dicuci otaknya", hingga kemudian satu per satu mulai menangis. Semakin lama, suara tangisan semakin keras terdengar. Kami, para orang tua pun, tak kuasa membendung air mata.
Kemudian, orang tua diminta untuk menghampiri anaknya masing-masing, memeluk, menguatkan, memaafkan, agar ke depannya langkah-langkah mereka lebih ringan. Ya, sejak acara ini, kami seperti membuka lembaran baru. Meski dipenuhi air mata, tetapi acara ini seperti men-charge jiwa.
Namun, Mama Kepiting sempat sedih. Di barisan anak laki-laki, ada bapak-bapak yang berkata, "Ngono wae nangis, cengeng! (Gitu aja nangis, cengeng!)"
Saya tidak mengenal bapak itu, tetapi yang jelas bukan dari kelasnya Amay. Sedih ya, kok bisa sebagai orang tua bukan merangkul, tapi malah suka mengecilkan perasaan anak, menganggap bahwa tangisan adalah kelemahan, dan jarang mengekspresikan rasa sayang. Kira-kira, cara seperti itu akan menghasilkan anak yang seperti apa? Anak yang empatinya tidak tumbuh dengan baik? Senang mengusik ketenangan orang lain? Na'udzubillah min dzalik.
Baca : Kesalahan Parenting yang Dapat Menghancurkan Mental Anak
2. Faktor Sekolah
Sekolah juga bisa menjadi penyebab seseorang tumbuh menjadi pelaku pembully, apabila sekolah tersebut kurang ketat melakukan pengawasan terhadap anak didiknya, lemah terhadap peraturan dan sanksi, atau pejabat sekolah tidak peduli terhadap bullying yang terjadi di sekolah.
Seperti di drama The Glory. Bahkan ketika Moon Dong-eun melaporkan tindakan teman-temannya pada polisi, wali kelasnya malah berbalik memarahinya dan memukulinya. Kata wali kelas, "Dipukul teman adalah hal yang biasa."
Hanya satu orang yang peduli pada Moon Dong-eun, yaitu perawat sekolah. Namun, perawat sekolah itupun tidak bisa berbuat apa-apa. 😔
3. Faktor Kelompok Sebaya
Pengaruh pergaulan memang luar biasa, Ma... Di drama The Glory, pelaku bullying ini berjumlah 5 orang, dan 2 orang di antaranya bisa dibilang hanya 'kaki tangan', karena bukan berasal dari keluarga kaya raya.
Makanya, kita memang harus mengajarkan pada anak-anak untuk pandai-pandai memilih teman.
4. Kondisi Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk karakter seseorang, termasuk menjadikannya sebagai pelaku bullying. Ini kalau di-breakdown akan sangat panjang, Ma, karena juga berhubungan dengan kondisi ekonomi, suasana politik, konflik dalam masyarakat, dll. Maka dari itu, tidak berlebihan jika ada ungkapan yang mengatakan "it takes a village to raise a child" karena memang dibutuhkan kekompakan seluruh anggota masyarakat untuk menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak, agar mereka dapat berkembang serta mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya.
5. Tayangan Televisi / Media Sosial
Apakah Mama pernah mendengar atau membaca berita seorang anak membanting tubuh temannya karena meniru salah satu tayangan di televisi? Nah, seperti itulah kira-kira hebatnya tayangan televisi dalam mempengaruhi karakter anak-anak kita.
Tantangan kita semakin berat, Ma, karena sekarang semuanya ada dalam genggaman (handphone). Selain harus banyak-banyak berdoa, kita juga mesti membekali anak-anak dengan pengetahuan agama dan teladan yang baik, agar mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying?
1. Sering-sering mengobrol dengan anak. Saat mengobrol ini, kita bisa memasukkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan, baik itu norma agama maupun norma sosial.
2. Bantu anak untuk bisa menjadi panutan yang positif. Berikan apresiasi saat ia melakukan kebaikan. Dukung hobinya, dukung bakatnya, temukan kelebihannya, dan biarkan ia berdamai dengan kekurangannya.
3. Bantu bangun kepercayaan diri anak. Beri apresiasi atas pencapaiannya, temani dan berikan semangat saat anak menemui kegagalan.
4. Jadilah teladan untuk anak kita. Anak-anak adalah peniru ulung. Apa yang dilihatnya sehari-hari, itu juga yang akan mempengaruhi perilakunya sehari-sehari.
5. Jadilah bagian dari pengalaman online anak kita. Kita bisa menjadi teman main game anak-anak, teman nonton anak-anak, atau teman di media sosial yang dimiliki anak-anak.
Nah, Ma, dengan melakukan tips-tips di atas, semoga kita bisa mendidik anak-anak kita agar tumbuh menjadi anak yang baik dan berkarakter mulia. Dan semoga, kita dan anak-anak kita tidak dipertemukan dengan orang-orang yang suka membully seperti di drama The Glory. Aamiin...
Ditulis dengan Cinta, Mama
Cara Mudah Cegah Munculnya Stretch Mark di Masa Kehamilan
Monday, January 16, 2023
Munculnya stretch mark di masa kehamilan kerapkali menimbulkan rasa kurang percaya diri. Lalu, adakah cara mudah untuk mencegah timbulnya stretch mark?
Beberapa waktu lalu di twitter ada yang tanya, gimana sih cara mencegah munculnya strecth mark di masa kehamilan? Meski sebenarnya stretch mark tidak hanya disebabkan oleh kehamilan, tapi memang hampir 90% wanita mengalami stretch mark saat usia kehamilan memasuki 6 - 7 bulan.
Apa penyebab munculnya stretch mark?
Stretch mark adalah garis-garis halus yang muncul akibat kulit meregang secara mendadak. Biasanya, stretch mark disebabkan oleh peregangan yang dialami kulit karena kurangnya elastisitas kulit selama kehamilan. Hormon kehamilan juga membuat ibu hamil lebih rentan mengalami stretch mark. Risiko ini juga bisa disebabkan oleh faktor genetik atau adanya penyakit tertentu seperti Sindrom Cushing yang menyebabkan produksi hormon terlalu berlebihan sehingga dapat melemahkan kulit, Sindrom Marfan, atau Sindrom Ehlers-Danlos (EDS) yang mempengaruhi protein di kulit sehingga kulit rentan terhadap peregangan.
Bagaimana Cara Mencegah Timbulnya Stretch Mark di Masa Kehamilan?
Jika kita tidak memiliki faktor genetik dan tidak memiliki penyakit seperti di atas, munculnya stretch mark dapat kita cegah dengan melakukan beberapa hal di bawah ini;
Menjaga Kelembaban Kulit
Kulit yang terhidrasi dan terjaga kelembabannya akan meregang dengan lebih mudah saat perut kita membesar. Menjaga kelembaban kulit bisa kita lakukan dengan;
- Minum air putih
- Mengoleskan lotion atau minyak zaitun sejak awal kehamilan
Menjaga Berat Badan
Menjaga berat badan di sini berarti dua hal; menghindari kenaikan berat badan yang terlalu cepat dan menjaga agar tubuh tetap berada di dalam kisaran berat badan yang sehat.
Kadang, dengan dalih di perut kita ada "nyawa" yang sedang berkembang dan harus "diberi makan", kita jadi punya alibi untuk mengonsumsi 2 porsi makanan sekali makan. Padahal, kualitas makanan yang kita konsumsi jauh lebih penting daripada kuantitasnya.
Selain itu, kenaikan berat badan yang terlalu cepat dapat menambah ketegangan pada kulit. Hal ini akan semakin meningkatkan risiko munculnya stretch mark.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar kehamilan tidak membuat berat badan bertambah secara ekstrim?
1. Makan makanan yang sehat
Seperti yang Mama Kepiting tulis di atas, kualitas makanan yang kita konsumsi jauh lebih penting daripada kuantitasnya. Makanan yang kaya akan vitamin dan mineral dapat membantu menjaga kulit kita tetap sehat dan tidak mudah meregang atau robek.
2. Olahraga secara teratur
Tetap aktif selama kehamilan dapat membantu menjaga otot kita tetap kencang. Otot yang kencang dapat membantu menopang kulit yang meregang.
Ada beberapa pilihan olahraga yang aman untuk ibu hamil, misalnya: jalan kaki, berenang, senam hamil, yoga, pilates, atau sepeda statis.
Mengoleskan Parutan Jahe ke Sekitar Perut dan Paha
Sebenarnya ada beberapa bahan alami yang bisa dicoba untuk membantu mencegah timbulnya stretch mark, seperti dengan mengoleskan lidah buaya, atau juga dengan mengoleskan jus mentimun yang sudah dicampur dengan air jeruk nipis. Namun, Mama Kepiting tidak bisa memastikan apakah cara ini akan berhasil.
Satu-satunya bahan alami yang Mama kepiting coba di dua kali kehamilan dan berhasil mencegah timbulnya stretch mark adalah dengan mengoleskan parutan jahe di seputar perut dan area paha. Cara ini Mama Kepiting dapatkan saat membaca majalah Femina belasan tahun yang lalu. Setelah dipraktikkan, ternyata cara ini benar-benar berhasil mencegah timbulnya stretch mark.
Jika saat ini Mama sedang hamil dan khawatir akan timbul stretch mark di perut atau area paha, Mama bisa menggunakan cara ini: Parut dua ruas jahe, lalu oleskan di sekitar perut dan area paha. Namun, Mama mesti siap dengan efek yang akan dirasakan beberapa saat setelah Mama mengoleskan parutan jahe tersebut, karena rasanya akan panas dan gatal. Ya, beauty is pain ya, Ma... Tapi insya Allah cara ini sudah terbukti berhasil pada saya.
Yang jelas, meski stretch mark menghiasi tubuh kita, jangan sampai hal itu mengurangi kepercayaan diri kita ya, Ma... We are still beautiful, no matter what... Anggap saja, stretch mark itu adalah tanda cinta kita pada anak-anak. :)
Ditulis dengan Cinta, Mama
Seberapa Pentingkah Ilmu Parenting untuk Para Orang Tua?
Monday, January 9, 2023
Katanya, ilmu parenting hanya berlaku dan hanya bisa diterapkan oleh orang kaya saja. Benarkah demikian?
Faktanya memang banyak guyonan-guyonan parenting yang relate banget dengan kita, anak-anak produk keluarga dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Misalnya, ketika anak-anak berantem, bukannya dilerai atau dinasehati, eh malah disodori pisau sekalian. 🙈 Paham kok, bukan berarti orang tua bermaksud agar kita saling menyakiti dengan pisau itu, tapi yang orang tua kita lakukan itu semacam "ancaman halus" (atau bisa juga dibilang sindiran agar kita segera diam?). Nyatanya, yang orang tua kita lakukan itu memang efektif membuat kita berhenti bertengkar. Xixixi...
Contoh lain misalnya, ketika anak main lari-larian trus jatuh, bukannya langsung ditolong, malah dimarahi, "Baru juga dibilangin jangan lari-lari. Ngga dengerin sih, jatuh kan jadinya?"
Oke, itu omelan versi panjang.
Versi pendeknya, "Hmm, kaaaan... Kaaannn...." 😅
Baca : 12 Gaya Populer Kekeliruan dalam Komunikasi
Nah, hasil dari gaya parenting seperti itu ya kita-kita ini. Efek baiknya mungkin, kita jadi lebih peka membaca suasana hati orang lain? Efek buruknya, kita jadi gampang overthinking, takut melakukan sesuatu karena takut salah atau gagal.
Lalu, benarkah ilmu parenting itu cuma bisa berhasil untuk golongan kaya saja?
Menurut saya sih belum tentu. Banyak kok di sekitar saya, keluarga yang secara ekonomi biasa-biasa saja, tetapi bisa menerapkan gaya pengasuhan yang baik pada anak-anaknya. Cuma ya, karena orang biasa, jadi tidak terekspos.
Trus kenapa bisa muncul statement seperti itu? Mmm, mungkin karena yang kita lihat adalah contoh-contoh di TV, seperti keluarga Mona Ratuliu, atau yang sekarang sering disorot adalah gaya pengasuhan Nikita Willy. Kita kan tidak tahu bagaimana keadaan keluarga orang kaya yang lainnya. 😁
Memang, keluarga dengan tingkat ekonomi sejahtera punya lebih banyak privileges, sehingga akan lebih mudah menerapkan ilmu parenting yang baik dan benar, dibandingkan dengan mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Beberapa privileges itu antara lain;
1. Bisa membayar jasa nanny, jadi ketika lelah mengasuh anak, ada nanny yang bisa menggantikan perannya. Bandingkan dengan orang biasa yang jangankan untuk membayar nanny, untuk membeli diapers saja mesti pintar-pintar atur gaji bulanan. Mereka ini (termasuk saya juga), mau ngga mau harus tetap mengasuh anak-anaknya, bagaimanapun lelah yang dirasa.
2. Orang kaya, ketika anak tidur bisa ikut tidur. Orang yang ekonominya pas-pasan, selagi meninabobokan anaknya, pikirannya sudah berencana mau pegang pel, cucian, setrikaan, atau yang mana dulu nih? 😂 Mereka ini (termasuk saya ding), boro-boro terpikir membayar jasa ART, wong untuk mengirim cucian ke binatu (laundry) supaya pekerjaannya lebih ringan saja masih mikir dua kali.
3. Orang kaya, ketika lelah secara mental saat mengurus anak-anak, bisa langsung pergi ke psikolog tanpa kuatir dengan biaya. Orang-orang kayak saya akan mencari tahu, apakah jasa psikolog bisa ditanggung BPJS? 🙊
4. Orang kaya lebih mudah mengakses ilmu parenting melalui buku-buku atau seminar-seminar parenting. Bagi orang biasa, buku-buku parenting dan seminar-seminar itu adalah sebuah kemewahan. Tak pernah terpikirkan, apalagi menjadi prioritas.
Dari poin-poin di atas bisa disimpulkan, orang-orang dengan keadaan ekonomi yang "mengkis-mengkis", boro-boro terpikir untuk menerapkan ilmu parenting dengan baik dan benar, karena bisa tetap "waras" saja sudah syukur alhamdulillah.
Baca: Ketika Saya Menjadi Seorang Ibu; Antara Ekspektasi dengan Realita
Tapi jangan sedih... Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat kita, juga dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan kita untuk mengakses aneka informasi, kesadaran para orang tua mengenai pentingnya ilmu pengasuhan juga semakin meningkat.
Memang, seberapa penting sih ilmu parenting itu?
Ilmu parenting perlu dipelajari bahkan sebelum anak-anak hadir di tengah-tengah kita. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri dalam menjalankan tugas sebagai orang tua.
Mengasuh anak adalah bagian dari ibadah. Dalam setiap ibadah yang kita lakukan, ilmu diperlukan sebagai penuntunnya. Kita mau memasak saja perlu ilmu agar masakannya bisa jadi enak. Bahannya apa saja, seberapa banyak takarannya, bagaimana langkah-langkahnya, dll. Maka, mengasuh anak juga perlu ilmu, agar anak-anak yang kita didik dan kita rawat bisa tumbuh menjadi seperti apa yang kita inginkan.
Ada satu buku parenting favorit saya, judulnya "Parenting With Heart" karya Elia Daryanti dan Anna Farida. Buku ini tidak menggurui, ditulis dengan bahasa yang mudah dicerna otak emak-emak, tetapi pilihan diksinya bisa menyentuh hingga relung kalbu. Saya biasa melipat halaman yang penting, tetapi membaca buku ini, rasanya semua halaman harus dilipat karena tak ada yang tidak penting.
Jujur, saya langsung jatuh cinta pada buku ini, bahkan sejak halaman pertama. Saya kutipkan sedikit, ya...
Huwaaa... Pas baru baca pertama kali, saya langsung nangis dong. Huhu...
~
Saya yakin, tak ada orang tua yang dengan sengaja ingin menyakiti anaknya. Saya yakin, semua orang tua punya rasa sayang yang besar pada anak-anaknya. Hanya saja, keterbatasan wawasan, minimnya pengalaman, membuat banyak dari kita salah mengambil keputusan atau tindakan saat menghadapi perilaku anak-anaknya. Semoga, dengan semakin canggihnya teknologi, dengan semakin derasnya arus informasi, kita bisa memanfaatkannya untuk belajar lagi menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak kita.
Semoga generasi yang saat ini sedang kita asuh, rawat, dan besarkan, bisa tumbuh menjadi generasi yang tangguh, namun tetap dipenuhi dengan cinta dan kasih. Aamiin...
Ditulis dengan Cinta, Mama